Said bin Amir al-Jumahi, Sahabat Nabi yang Jadi Gubernur Namun Tetap Rendah Hati
Ilustrasi/Net
RIAU1.COM - Salah seorang Sahabat Nabi Muhammad, yakni Said bin Amir al-Jumahi pernah diberi amanah menjadi Gubernur Homs pada masa Khalifah Umar.
Setelah memeluk Islam, dia ikut dalam Pertempuran Khaibar bersama dengan Nabi Muhammad. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, pada masa Khalifah Umar Said bin Amir al-Jumahi diangkat menjadi Gubernur Homs.
Suatu hari ketika Khalifah Umar berkunjung ke Homs, dia kemudian menanyakan kepada masyarakat bagaimana kepemimpinan Said bin Amir al-Jumahi. Masyarakat menyatakan kepemimpinan Said bin Amir al-Jumahi baik.
Kecuali empat hal, yaitu Said bin Amir al-Jumahi datang untuk bekerja tidak dari pagi hari, ketika malam Said bin Amir al-Jumahi tidak pernah mau menerima tamu, satu hari dalam sebulan tidak menemui masyarakat, dan kadang-kadang Said bin Amir al-Jumahi tiba-tiba dapat jatuh pingsan.
Kemudian Khalifah Umar menanyakan langsung kepada Said bin Amir al-Jumahi tentang permasalahan yang diadukan masyarakat. Said bin Amir al-Jumahi, menjawab bahwa dia tidak dapat melayani masyarakat dari pagi hari, karena tidak memiliki pembantu dan harus mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu.
Pada malam hari tidak menerima tamu, karena urusan dengan masyarakat hanya pagi hingga sore hari dan waktu malam saat bagi Said bin Amir al-Jumahi untuk beribadah kepada Allah.
Sekali dalam satu bulan dia tidak dapat menemui masyarakat, karena dia harus mencuci baju yang hanya dimiliki satu-satunya, sehingga tidak dapat menemui masyarakat. Dan kadang-kadang, dia tiba-tiba pingsan disebabkan teringat atas kematian Khubaib bin Adi, Said bin Amir al-Jumahi merasa bersalah karena tidak dapat menolong Khubaib bin Adi.
Kemudian Umar mengucapkan:
"Alhamdulillah, Penilaianku terhadap Said telah terjawab dengan jawaban yang diberikan Said. Ia adalah salah satu Muslim terbaik dan setiap pertanyaan atas diri Said bin Amir al-Jumahi telah terjawab".
Dan selama menjabat sebagai gubernur Homs, ia memilih untuk hidup dalam kemiskinan dan tetap rendah hati meski ia memiliki kedudukan tinggi.*