Kejari Padang/Net
RIAU1.COM - Satu tersangka ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang dalam kasus dugaan korupsi anggaran kemahasiswaan Universitas Andalas (Unand) tahun anggaran 2022. Usai diperiksa, tersangka langsung ditahan.
Berdasarkan keterangan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padang Aliansyah, tersangka dalam kasus tersebut pria berinisial MA (47 tahun), merupakan Bendahara Pengeluaran Pembantu Akademik dan Kemahasiswaan (BPP Bidang I) Unand.
"Hari ini dilakukan penetapan status tersangka terhadap MA dan langsung kami lakukan penahanan," kata Aliansyah sebagaimana dilansir Padangkita.com dari Antara awal pekan ini.
Kemudian dia menyebutkan, tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Anak Air, Kota Padang. Sebelum ditahan, tersangka yang mengenakan rompi merah tahanan Kejari Padang, menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.
Aliansyah menjelaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Juncto (Jo) Pasal 18, Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut Aliansyah, tersangka MA dilantik menjadi Bendahara Pengeluaran Pembantu Akademik dan Kemahasiswaan setelah Unand beralih status dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Atas perubahan status itu, Bidang I Unand menjadi pengelola dana bidang akademik dan kemahasiswaan sebagaimana struktur kepengurusan yang baru usai menjadi PTNBH. Nah, selama menjadi BPP Bidang I Unand, pada 2022 tersangka MA dengan kewenangan yang dimiliki sering menarik dana Bidang I.
"Dana yang telah ditarik itu kami duga tidak langsung didistribusikan kepada yang berhak, melainkan dipindahkan sebagian ke rekening pribadi," sebut dia lagi.
Tambah Aliansyah, pada 31 Desember 2022 tersangka MA atas inisiatifnya sendiri memindahkan dana sekitar Rp1,8 miliar ke rekening pribadi.
"Terhadap dana tersebut diduga sebagiannya digunakan untuk kepentingan pribadi, sebagian lagi (baru) didistribusikan kepada yang berhak," tutur Aliansyah.
Berdasarkan penghitungan auditor, kata Aliansyah, dalam kasus tersebut kerugian keuangan negara mencapai Rp566.145.081.*