eksekusi terpidana korupsi tol Padang-Sicincin
RIAU1.COM - Tujuh orang terpidana terkait kasus korupsi jalan tol Padang- Sicincin diesksekusi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar.
Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumbar Farouk Fahrozi.
Farouk mengatakan eksekusi terhadap tujuh terpidana tindak pidana korupsi jalan tol Padang-Sicincin itu dilaksanakan pada hari Selasa
(8/8/2023).
“Tujuh terpidana tersebut diantaranya adalah Raymond Fernandes, Sadri Yuliansyah, Khaidir, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Buyung Kenek dan Amir Hoesen,” katanya awal pekan ini yang dimuat Katasumbar.
Kemudian Farouk menambahkan, dengan ditahannya tujuh terpidana tersebut maka total yang telah ditahan dalam kasus korupsi jala tol Padang-Sicincin sudah 10 orang.
“Totalnya ada 13 orang,10 sudah ditahan dan yang tiga lagi, kita tengah menunggu Salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA),” jelasnya.
Selanjutnya, usai dieksekusi kepada ketujuh orang terpidana tersebut, mereka langsung dibawa ke Lapas Kelas II B Kota Pariaman untuk
dilakukan penahanan.
“Ketujuh terpidana tersebut akan menjalani hukuman kurungan selama 6 tahun dan dengan denda yang bervariasi,” tutupnya.
Seperti diketahui, 13 terdakwa yang dijerat dalam perkara itu adalah Syamsuardi, Buyung Kenek, Yuniswan, Khaidir, Sabri Yuliansyah, Raymon, Husen, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Syafrizal, Upik, Riki Nofaldo, dan Jumadil.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.
Lahan itu menurut Jaksa termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Berdasarkan hitungan BPKP diketahui kalau kasus dugaan korupsi yang menjerat orang itu telah menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp27 miliar.
Kerugian muncul karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.*