Seperti Ini Pandangan Ekonom Unand Rendahnya Realisasi Belanja Pemda

Seperti Ini Pandangan Ekonom Unand Rendahnya Realisasi Belanja Pemda

24 Desember 2022
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah menurut Ekonom Senior Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Syafruddin Karimi, mencerminkan rendah pula semangat pengambil kebijakan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah.

“Peran belanja negara dalam perekonomian (APBD) Sumbar sekitar 16%,” ujar Syafruddin akhir pekan ini seperti dimuat Langgam.id.

Jika digabungkan secara keseluruhan dari 19 Kabupaten/Kota, kurang lebih APBD Pemprov Sumbar mencapai 20% dari total belanja pemerintah.

“Jadi sekitar 1/5 kekuatan stimulus ekonomi daerah berada pada kualitas belanja pemerintah provinsi,” ujarnya.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) gabungan 19 Kota/Kabupaten di Sumatera Barat pada tahun 2022 ini adalah Rp 21,85 triliun. Sedangkan APBD Provinsi adalah Rp 6,17 triliun atau berperan 28,25% bagi Perekonomian Sumbar.

Data tersebut diambil berdasarkan laporan Biro Administrasi Pembangun Pemerintah Provinsi Sumbar.

Menurut laporan dari Biro Adpem Sumbar itu juga, tercatat realisasi belanja pemerintah provinsi per tanggal 20 Desember 2022 sebesar 83,96%.

Hal itu memperlihatkan kuat dan strategisnya peran ekonomi pemerintah provinsi dalam memimpin percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Penting dan strategisnya belanja pemerintah provinsi ini tercermin dari pantauan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Laporan yang juga ditayangkan secara live di kanal Youtube Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, membagi daerah-daerah berdasarkan kemampuan belanja daerah dalam bentuk realisasi daerah. Ada sepuluh (10) kluster daerah dengan realisasi belanja tertinggi, dan ada kluster 10 daerah dengan realisasi belanja terendah.

Daerah yang masuk kluster belanja tertinggi berarti sudah mencapai realisasi belanja di atas 80%, sedangkan daerah yang masuk kluster belanja terendah belum mencapai realisasi 80%.

“Ternyata rata-rata provinsi hanya mencapai realisasi 76,1%. Angka ini masih jauh di bawah 100% untuk mencerminkan bahwa perencanaan belanja daerah sudah berkualitas tinggi,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi Unand itu.

Baginya, rendahnya realisasi belanja daerah bukanlah fenomena baru. Malah ia menanyakan mengapa hal itu bisa terjadi ditengah resesi.

“Mengapa realisasi belanja daerah masih saja rendah, apakah pertumbuhan ekonomi daerah tidak mengalami kendala anggaran? Mengapa dana publik susah dibelanjakan, sementara publik menunggu stimulus ekonomi pemerintah, terutama pemerintah daerah-daerah,” ujanya.

Syafruddin melanjutkan, Sumatera Barat dengan peran ekonomi pemerintah sekitar 16% masuk ke dalam kluster daerah dengan realisasi belanja tinggi. Dari laporan Kemendagri terlihat Sumatera Barat mencapai realisasi belanja di atas 80%.

“Ini masih jauh di bawah realisasi pendapatan Sumbar yang telah mencapai 96%,” tuturnya.

Ia mengatakan, kelebihan realisasi pendapatan sebesar 16% di atas realisasi belanja provinsi mencerminkan semangat yang rendah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Mengingat peran belanja provinsi mencapai angka sekitar 20%.

Keadaan ini ucap Syafruddin, mencerminkan pula bahwa perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumbar dalam tahun 2022 ini akan banyak tergantung pada peran swasta dan ekonomi rumah tangga.*