Pengurus LKAAM Sumbar
RIAU1.COM - Ninik Mamak dan Bundo Kanduang menilai pemerintah dah aparat setempat lamban dalam menangani penyakit Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Sumatera Barat (Sumbar).
Ketua Harian Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Amril Amir yang dimuat Katasumbar menilai pemerintah dan aparat terkesan lamban dalam menangani penyakit Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
LKAAM sendiri mengaku sudah sering berkoar-koar dan juga telah pernah mengadukan persoalan ini ke Polda Sumbar terkait perilaku menyimpang.
“Kami menilai pemerintah daerah lamban. Kita dari niniak mamak hanya bisa bersuara, kekuasaan itu dalam membuat aturan itu ada di tangan pemerintah,” kata Amril.
Lalu Amril mengatakan, saat ini perilaku LGBT ini sudah menyebar hampir seluruh sektor, baik itu di lingkungan pemerintah, pendidikan, hingga aparat, TNI dan Polri. LGBT ini sejalan dengan narkoba, harusnya stakeholder terkait bisa memutus mata rantainya.
“Makanya harus ada aturan yang mengikat untuk memutus mata rantai, setidaknya memperkecil penyebarannya. Janganlah para pimpinan ini tutup mata, sebab perilaku ini sudah merebak kemana mana,” ujar Amril.
Dirinya akan menyampaikan ke polri melalui ke Kapolda Sumbar sebagai kemitraan terkait kasus ini.
“Jika memang ada personel yang terlibat, jangan ditutupi dan harus ditindak tegas. Tapi yang kita takutkan, aparat yang ikut serta atau membackup perilaku menyimpang ini, ini yang kita khawatirkan. Kita sebagai ninik mamak hanya bisa berkoar-koar saja,” katanya.
Dia menegaskan di setiap pertemuan apa saja, tokoh adat selalu menyampaikan kepada perangkat nagari di daerah terkait bahaya LGBT dan narkoba. Anehnya lagi, setiap pihaknya melaporkan adanya gejala LGBT yang dicurigai itu ke polisi, namun tidak ditanggapi.
“Polisi berdalih alasan yang kita laporkan itu tidak masuk ke delik aduan. Yang kita laporkan seperti adanya laki laki jalan sama laki laki dan perempuan sama perempuan. Polisi menanggapi itu hal yang biasa, padahal kita sudah melihat dan menilai adanya indikasi perilaku menyimpang,” kata dia lagi.
Hal senada juga dikatakan Ketua Bundo Kanduang, Puti Reno Raudha Thaib. Dirinya meminta para pemangku kebijakan untuk serius memutus mata ranta LGBT di Ranah Minang.
“Perilaku ini memalukan. Harus ditanggulangi,” kata Puti Reno Raudha Thaib, Rabu (7/2).
Bundo Raudha mengatakan, untuk menanggulangi LGBT ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemangku kebijakan. Pertama, mencegah. Karena perilaku ini tidak mungkin tiba tiba muncul dari lahir. Pasti ada proses yang panjang.
Kedua, bagaimana oknum agar oknum yang sudah terpapar LGBT bisa dipulihkan. “Kembalikan mereka ke orangtuanya, kembalikan kodratnya. Bagaimana bisa menanggulanginya,” katanya.
Selain itu perlu rehabilitasi, terapi dan sebagainya. Ketiga, mengawasi ketat penyebaran paham paham LGBT. Pihaknya meyakini kelompok LGBT ini akan melakukan pembenaran tindakan mereka. Hal ini yang harus dicegah.
“Pemerintah harus sidak ke lapangan lapangan itu, dimana tempat tempat berkumpulnya, antisipasi. Apalagi penyakit ini sudah merebak di segala lini, mulai dari pemerintah hingga aparat. Ada dari dosen, guru dan polisi. Seharusnya mereka yang menindak. Ini malah mereka yang terlibat,”kata dia.
Terakhir Bundo Raudha meminta seluruh pimpinan yang ada di Ranah Minang ini, baik dari pemerintahan hingga aparat, agar isu ini menjadi perhatian serius. Jangan ditutupi, apabila ini benar adanya mari dicarikan solusinya.
“Perilaku LGBT ini adanya indikasi sumbang duo baleh. Sumbang duo baleh itu di Minangkabau semacam indikator tentang karakter janggal. Nah itu sekarang banyak tidak diperhatikan oleh orangtua,” tutupnya.*