Kinerja Pemprov Sumbar Dinilai Dewan Tidak Optimal

2 Juli 2024
Rapat Paripurna DPRD Sumatera Barat/Hariansinggalang

Rapat Paripurna DPRD Sumatera Barat/Hariansinggalang

RIAU1.COM - Kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) pada tahun 2023 dinilai DPRD Sumbar tidak maksimal, terutama dalam pengelolaan keuangan. Bahkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) nilainya lebih sedikit dari capaian tahun 2022.

Selain sektor keuangan, kinerja Pemprov Sumbar juga dinilai belum baik, karena masih banyak target utama dalam program unggulan (progul) dan rencana pembangunan jangka menengah Daerah (RPJMD) belum tercapai.

Hal tersebut merupakan sedikit dari sejumlah catatan DPRD pasca telah selesainya DPRD membahas laporan pertanggungjawab pelaksanaan APBD (PPA). Badan Anggaran (Banggar) DPRD melaporkan pengelolaan keuangan di sektor pendapatan tidak optimal karena rendahnya PAD.

PAD yang merupakan kinerja utama pendapatan realisasinya hanya 91 persen. Bahkan total nilainya lebih kecil dibanding realisasi Tahun 2022. Pada Tahun 2023 ditargetkan Rp3,03 triliun, terealisasi Rp2,7 triliun.

"Ini merupakan kondisi yang kontradiksi dimana objek pajak bertambah dan pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi penerimaan pendapatan justru berkurang," kata Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Raflis saat membacakan laporan Banggar tersebut dalam rapat paripurna, Senin (1/7) yang dimuat Hariansinggalang.

Rendahnya penerimaan pendapatan dinilai Banggar DPRD karena tidak optimalnya kinerja organisasi perangkat daerah (OPD), kurangnya inovasi dan kreatifitas serta lemahnya koordinasi dengan kabupaten/kota untuk mendukung optimalisasi pendapatan daerah.

"Selain itu, kerja sama pemanfaatan aset daerah dengan pihak ketiga belum menguntungkan pemerintah daerah," paparnya.

Banggar melihat ada kekurangan target pendapatan yang cukup besar yaitu Rp212 miliar. tetapi pada sisi lain sisa belanja juga cukup besar yaitu Rp392 miliar.

"Banggar menilai ada kecenderungan Pemprov menahan belanja. Semestinya apabila target pendapatan tidak tercapai tentu sisa belanja semakin sedikit. Kondisi ini menunjukkan cukup banyak kegiatan-kegiatan yang sengaja tidak dilaksanakan agar tidak terjadi gagal bayar," sebut Raflis.

Banggar mencatat sisa belanja operasi tersisa Rp309 miliar, belanja pegawai tersisa Rp150 miliar terutama pada Dinas Pendidikan karena belum dibayarnya tunjangan hari raya guru daerah dan tambahan penghasilan guru serta PPPK yang lebih sedikit dari formasi.

"Besarnya sisa belanja pegawai merupakan kejadian yang terus berulang setiap tahun," papar Raflis.

Selain itu, Banggar juga mencatat pada Tahun 2023 ada 55 paket kegiatan yang tidak dilaksanakan dengan anggaran total Rp9 miliar.

Termasuk juga Banggar menyoroti program dan kegiatan yang diusulkan OPD nasih cenderung copy paste atau menyalin dari tahun sebelumnya. Kemudian, pada aspek efektifitas dan efesiensi serra akuntanbilitas dalam pengelolaan anggaran sebagaimana terlihat LHP BPK atas laporan keuangan Tahun 2023 dan LHP sistem pengendalian internal (SPI) dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, juga belum begitu baik.

Banggar menilai meskipun opini dari laporan keuangan WTP, akan tetapi masih banyak terdapat temuan pada SPI dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dengan jumlah 29 temuan dan 113 rekomendasi dengan kerugian daerah sebesar Rp5,4 miliar.

"Dan bahkan temuan tersebut sebagian merupakan temuan berulang yang disebabkan karena kesalahan perencanaan dan kelemahan dalam pengawasan," ujarnya.

Kemudian, pada aspek keselarasan antara realisasi anggaran dengan capaian target kinerja program dan kegiatan yang terlihat dalam LKPJ.\

"Meskipun capaian target kinerja program dan kegiatan telah banyak yang di atas target, akan tetapi dari target kinerja RPJMD dan empat progul masih cukup banyak target utamanya yang belum tercapai," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar, Irsyad Safar mengatakan rendahnya realisasi pendapatan dan belanja daerah tersebut, disebabkan beberapa faktor, diantaranya kelemahan dalam aspek perencanaan pendapatan maupun perencanaan belanja dalam bentuk program dan kegiatan, kelemahan dalam proses pelaksanaan serta pengawasan.

"Permasalahan tersebut, pada umumnya merupakan permasalahan yang terus berulang dari tahun ke tahun dan tidak ada evaluasi yang dilakukan untuk memperbaiki kelemahan tersebut," sebut dia.*