
Keterangan Pers Kejari Padang/Antara
RIAU1.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang menetapkan UA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu bank BUMN di Padang.
"Setelah melakukan penyelidikan serta penyidikan, hari ini akhirnya ditetapkan status UA sebagai tersangka," kata Kepala Kejari Padang Aliansyah di Padang, Kamis 10 April 2025 yang dimuat Antara.
Ia mengatakan tersangka UA ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 3, Jo 8 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian Aliansyah menjelaskan, pihaknya akan menahan tersangka di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan untuk 20 hari ke depan, sembari menunggu penyidik melengkapi berkas.
Sementara itu Kasi Pidana Khusus Kejari Padang Yuli Andri menjelaskan jika kasus dugaan penyalahgunaan pemberian fasilitas KUR yang sedang ditangani itu terjadi dalam rentang waktu 2022-2023.
UA diduga selaku calo yang secara aktif telah menggalang serta merekrut 51 debitur untuk mengakses KUR di bank.
"Tersangka meyakinkan para debitur kredit akan dicicil olehnya. UA yang bertanggungjawab dalam proses pengurusan. Jika nanti dana cair maka debitur dijanjikan imbalan," ujarnya.
Yuli Andri menjelaskan bahwa tersangka menyiapkan seluruh persyaratan fiktif berupa usaha, izin usaha, dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) tambahan.
Aksi yang dilakukan tersangka itu diduga kuat melibatkan orang lain dari pihak internal bank, namun kejaksaan sampai saat ini masih fokus terhadap peran tersangka UA.
Ketika kredit sudah cair selanjutnya UA langsung menguasai buku serta saldo rekening para debitur dengan besaran masing-masingnya berkisar antara Rp30 juta sampai Rp100 juta.
"Dana tidak digunakan sebagaimana mestinya, melainkan tersangka kendalikan dan ambil alih dari debitur,"sebut dia lagi.
Perbuatan gelap itu akhirnya terbongkar ketika pinjaman-pinjaman tersebut menunggak pada rentang waktu Januari hingga Juli 2024.
Menurut Yuli Andri perbuatan tersebut telah merugikan keuangan negara lebih dari Rp1,9 miliar, sesuai dengan hasil penghitungan dari auditor Kejaksaan Tinggi Sumbar.*