Gunung Marapi Sumbar tampak dari kejauhan/Antara
RIAU1.COM - Tingkat aktivitas Gunung Marapi di Sumatra Barat (Sumbar) berdasarkan penjelasan Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumbar Daya Mineral, tetap Level II (waspada).
Hal ini disampaikan Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid AN berdasarkan hasil analisis dan evaluasi menyeluruh hingga 1 November 2024.
Wafid menyampaikan evaluasi perkembangan aktivitas Gunung Marapi pada periode 16-31 Oktober 2024. Secara visual terangnya, Gunung Marapi terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal dang tinggi sekitar 50-400 meter di atas puncak.
"Teramati juga aktivitas erupsi/letusan dengan tinggi 800-2.000 meter di atas puncak, kolom abu letusan berwarna kelabu," ujar Wafid dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (3/11/2024) yang dimuat Langgam.id.
Lalu dia menjelaskan bahwa pada periode itu, data kegempaan didominasi oleh gempa hembusan dan gempa letusan/erupsi terekam kembali. Data gempa selengkapnya terekam 7 kali gempa letusan/erupsi, 159 gempa hembusan, 1 kali gempa Low Frequency, 22 kali gempa vulkanik dangkal.
Kemudian, 37 kali gempa vulkanik dalam, 17 kali gempa tektonik lokal, 27 kali gempa teknik jauh dan tremor menerus terekam kembali sejak 27 Oktober 2024 dengan amplitudo 0.5-2 mm (dominan 1 mm).
Ia mengatakan, bahwa tingkat aktivitas Gunung Marapi diturunkan dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada) terhitung sejak 1 Juli 2024 pukul 15.00 WIB.
Pada Level II, terang Wafid, perkembangan aktivitas Gunung Marapi sampai 1 November 2024 yaitu secara visual aktivitas Gunung Marapi mengalami peningkatan.
"Aktivitas dominan berupa hembusan dengan tinggi asap yang teramati maksimum 400 meter di atas puncak dan erupsi kembali terjadi dengan tinggi abu letusan maksimum 2.000 meter di atas puncak," papar dia.
Kemudian, kata Wafid, gempa letusan/erupsi terekam kembali setelah dalam dua minggu sebelumnya gempa ini tidak terekam. Gempa hembusan juga mengalami peningkatan.
"Adanya peningkatan kedua jenis gempa ini sebagai bentuk dari pelepasan energi akibat akumulasi energi yang sempat terbangun dalam dua minggu sebelumnya yang terindikasi dari adanya kenaikan gempa vulkanik dalam yang berkaitan dengan pasokan/instrusi magma dari kedalaman," tuturnya.
Berikutnya, saat ini energi seismik yang tercemin dari RSAM (Real-time Seismic Amplitude Measurement) sedikit berfluktuasi di atas baseline.
Selanjutnya, terang Wafid, dalam rentang waktu dua minggu terakhir, nilai dv/v (variasi kecepatan seismeik) Gunung Marapi cenderung semakin menurun di bawah nol, yang diinterpretasikan adanya kecenderungan peningkatan tekanan (stres) tubuh gunung api.
"Meskipun grafik tiltmeter dalam rentang waktu jangka panjang (sejak 1 Desember 2023) masih menunjukkan kecenderungan menurun, namun sejak 27 Oktober 2024 terlihat adanya inflasi (penggembungan) pada tubuh gunung api yang diperkirakan akibat adanya tekanan fluida dari kedalaman," ujarnya.
Wafid mengatakan, meski aktivitas Gunung Marapi cenderung mengalami peningkatan, namun laju emisi (fluks) gas SO2 Gunung Marapi dari satelit sentinel masih terdeteksi dengan kualitas yang rendah. Terakhir terukur 24 ton/hari pada tanggal 28 Oktober 2024.
Berdasarkan evaluasi data-data pemantauan, ungkap Wafid, maka secara umum aktivitas Gunung Marapi mengalami peningkatan. Oleh karena itu, aktivitas erupsi/letusan dapat terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi energi.
"Dan aktivitas erupsi dapat terjadi semakin intensif bila pasokan fluida (magma dan gas) dari kedalaman mengalami peningkatan," tuturnya.*