Dugaan Korupsi Gedung Kebudayaan Sumbar, Berikut Kabar Terbaru

Dugaan Korupsi Gedung Kebudayaan Sumbar, Berikut Kabar Terbaru

7 Oktober 2022
Gedung Kebudayaan Sumbar/Net

Gedung Kebudayaan Sumbar/Net

RIAU1.COM - Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar, Kejaksaan Negeri Padang (Kejari Padang) masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Barat.

“Dalam penyidikan saat ini kami telah meminta audit kepada BPKP Sumbar untuk menentukan besaran kerugian negara yang muncul akibat kasus ini,” kata Kepala Kejari Padang, M. Fatria didampingi Kasi Intelijen Afliandi dan Kasi Pidsus Therry Gutama, Kamis (6/10) seperti dimuat Hariansinggalang. 

Kemudian Fatria mengatakan, dengan telah dikirimkan permintaan audit,maka Kejari Padang tinggal menunggu hasil pemeriksaan selesai.

“Kerugian negara adalah unsur yang harus dipenuhi oleh penyidik dalam memproses kasus korupsi, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya lagi.

Sejalan dengan permintaan audit, Fatria juga mengatakan kalau pihaknya juga terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi secara maraton.

Adapun jumlah saksi yang sudah diperiksa oleh Kejari Padang saat ini sudah sebanyak 35 orang.

Para saksi yang diperiksa mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Sumbar, konsultan perencana, pengawas, serta kontraktor pelaksana.

Fatria memastikan pihaknya akan melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut secara matang berdasarkan alat bukti yang cukup.

Seperti diketahui, kasus ini terkait pengerjaan fisik bangunan di proyek Gedung Kebudayaan lanjutan tahun anggaran 2021 dengan pagu dana sebesar Rp.31 miliar. Dalam hal ini pihak kejaksaan mengendus adanya pekerjaan tidak sesuai kontrak sehingga muncul indikasi kerugian negara.

Adanya pengerjaan tidak sesuai kontrak ini berdampak pada pembangunan gedung yang jadi terbengkalai.

Diketahui juga pembangunan gedung tidak berjalan sesuai dengan perencanaan dan putus kontrak pada angka 8,1 persen, sedangkan pembayaran sudah dicairkan untuk pengerjaan 28 persen dengan nilai Rp8 miliar.*