Saat eksekusi lahan berlangsung (Foto:Antara)
RIAU1.COM - Pihak Polres Bukittinggi berhasil mengamankan proses eksekusi sebuah lahan yang dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri, eksekusi nyaris menjadi ricuh karena pihak termohon tidak menerima hasil keputusan Mahkamah Agung (MA).
Terdapat sebanyak 100 personil kepolisian dibantu aparat TNI Kodim 0304 Agam, berjaga dan berusaha meredam kemarahan pihak termohon dari Pasukuan Pisang Campago Ipuah saat proses eksekusi di Belakang Rumah Potong Hewan (RPH) Bukittinggi berlangsung pada Kamis (29/9) .
“Benar, wajar terjadi rasa tidak senang dari salah satu pihak yang kalah tentunya, kami tegaskan Polisi bertugas menjaga keamanan baik termohon, pemohon, lahan dan petugas pengadilan,” kata Kabag Ops Polres Bukittinggi, Kompol Julianson.
Ia mengatakan eksekusi lahan yang terdiri dari dua objek itu akhirnya berjalan lancar meski pada proses awal sempat terjadi teriakan ketidakpuasan dari pihak termohon.
“Perlu digaris bawahi polisi hanya hadir dalam rangka pengamanan eksekusi, tidak punya kepentingan dan tidak memihak siapapun, supaya putusan yang sudah inkrah dapat dijalankan sesuai aturan hukum,” kata Julianson seperti dimuat Hariansinggalang.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Bukittinggi, Rinaldi mengatakan kasus sengketa tanah ini sudah berlangsung sejak lama dan telah beberapa kali dilakukan Aannaming atau teguran ke pihak yang kalah yaitu termohon.
“Sudah lama, kasus ini bermula sejak 1996 dengan Perkara Perdata No.02/Pdt/G/1996.PN.BT dilanjutkan Pengadilan Tinggi Padang No.122PDT.G/1996/PT.PDG hingga Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. No. 914 K/Pdt/1997, terakhir permohonan PK Termohon ditolak pada 2019,” kata Rinaldi.
Dua pihak yang bersengketa diketahui masih memiliki hubungan kekerabatan, namun memiliki pendapat berbeda terkait hak kepemilikan tanah.
Pihak Pemohon yaitu Zaidar dan Kamidar, sementara Termohon bernama Burhanuddin Sutan Majo Lelo dan Djuzahar Abbas Sutan Marajo.
Saat proses eksekusi pihak termohon beberapa kali berteriak ke arah pemohon dan mengecam tindakan yang menurutnya merebut hak dan menuduh pemohon memalsukan ranji keturunan.
“Saya dapatkan dengan susah payah bukti ranji yang mereka buat itu palsu, karena kakek saya bersuku Guci masuk ke dalam ranjinya, mamak warisnya juga bersuku Jambak, upaya hukum dari saya akan dilakukan, kami pelajari lagi, mamak kami sudah banyak yang meninggal dunia,” kata salah seorang keluarga Termohon, Ot.
Sementara pihak pemohon hanya lebih banyak berdiam diri dan tetap menunjukkan batas tanah kepada petugas namun membantah tuduhan memalsukan ranji.
“Semua sudah terbukti di pengadilan, tidak ada yang dipalsukan, memang ada perlawanan dari mereka, ini sudah sangat lama,” kata salah satu pihak Pemohon, Nang.*