Ketua DPRD Sumbar, Supardi
RIAU1.COM - Realisasi belanja modal yang dilaksanakan Pemprov Sumbar baru 17 persen. DPRD berikan kritikan keras pada OPD dan desak gubernur melakukam evaluasi total pada pokja-pokja biro pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan data yang disampaikan DPRD Sumbar saat rapat paripurna, Kamis (1/9) diketahui realisasi program yang dilaksanakan OPD untuk Tahun 2022 masih sangat rendah.
Selain belanja modal yang baru 17 persen, secara keseluruhan penggunaan belanja daerah selama semester 1 baru 25 persen.
“Ini menjadi bukti OPD -OPD tidak serius dalam melaksanakan program yang telah ditetapkan pada APBD Tahun 2022,” tegas Ketua DPRD, Supardi saat rapat paripurna tersebut yang dimuat Langgam.id.
Terkait lambannya kerja ini, DPRD mendesak gubernur untuk mengevaluasi secara menyeluruh pokja-pokja Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sumbar.
“Pada biro ini proses pelelangan berjalan amat lamban. Sehingga menghambat realisasi progam, waktu pengerjaan fisik juga menjadi sangat terbatas,” ujarnya.
Oleh karena itu, DPRD meminta gubernur untuk bersegera mengevaluasi pokja-pokja biro pengadaan barang dan jasa secara menyeluruh.
“Evaluasi seluruhnya, mulai dari profesionalitas, integritas dan kinerja,” kata Supardi.
Untuk percepatan proses pengadaan barang dan jasa, DPRD juga meminta OPD menyediakan SDM yang telah memiliki sertifikasi pengadaan barang dan jasa. Sehingga prosesnya tidak memakan waktu lama.
Berdasarkan laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumbar, dari rapat-rapat bersama OPD dan penelusuran ditemukan Bahwa amat banyak program yang belum terlaksana, terutama pada pos belanja modal.
Padahal pada pos ini dianggarkan program penting dan berkenaan pada kebutuhan masyarakat seperti pembangunan irigasi, infrastuktur jalan, pembangunan jalan usaha tani, jembatan dan berbagai program pemberdayaan masyarakat.
Banggar DPRD memaparkan masih banyak paket-paket yang bahkan belum dilaksanakan sama sekali hingga Juli 2022.
Hal ini dikarenakan proses pengadaan barang dan jasa dikelola sepenuhnya oleh Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sumbar, baik itu untuk paket tender maupun paket penunjukkan langsung.
Sementara itu pokja yang tersedia sangat terbatas. Hanya ada 11 pokja yang mengelola 8.877 paket kegiatan.
“Disamping itu proses pengadaan ini menjadi lamban karena tidak profesionalnya tenaga teknis yang tersedia. Ada pula intervensi pokja dalam melaksanakan tugasnya,” ujar Sekwan DPRD, Raflis saat membacakan laporan banggar.*