KSPSI Sumatera Barat Kecewa Besaran UMP Tahun 2022

22 November 2021
Ilustrasi UMP (Foto:PikiranRakyat.com)

Ilustrasi UMP (Foto:PikiranRakyat.com)

RIAU1.COM - Besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumbar 2022 membuat kecewa Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumatra Barat (Sumbar).

Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah telah menetapkan UMP Sumbar naik Rp28.498 dari Rp2.484.041 pada 2021 menjadi Rp2.512.539 pada 2022.

“Kita kurang puaslah dengan angka kenaikan yang sangat minim ini. Kita sangat prihatin,” ujar Ketua KSPSI Sumbar, Arsukman Edy seperti dimuat Padangkita.com akhir pekan lalu.

Dia menuturkan, pada masa pandemi Covid-19 ini, angka kenaikan UMP Sumbar seharusnya lebih tinggi daripada yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi Sumbar.

Apalagi, kata dia, dua sektor usaha yang dominan di Sumbar yakni pertanian dan perkebunan tidak terdampak sama sekali oleh pagebluk Covid-19 yang telah melanda lebih kurang dua tahun terakhir.

“Malahan dua tahun ini mengalami peningkatan harga CPO (crude palm oil). Jadi dengan demikian rasanya tidak adil hanya dengan kenaikan sekitar Rp28.000,” jelasnya.

Pihaknya juga menyayangkan sikap Gubernur Sumbar yang tidak memiliki pertimbangan dalam penetapan UMP 2022. Seharusnya, menurut Arsukman, Mahyeldi bisa membuat sikap terkait penetapan UMP karena kewenangan ada di tangan gubernur.

“Saya berpikir gubernur pasti paham lah dengan kondisi untuk sektor pertanian dan perkebunan itu tidak terdampak oleh Covid-19,” sebutnya.

Dia menegaskan, berdasarkan hitung-hitungan pihaknya, idealnya besaran UMP Sumbar 2022 adalah Rp2,8 juta.

Hanya saja, jika menggunakan formula yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, besaran upah yang diinginkan pihaknya tersebut tentu tidak akan didapatkan.
 
“Tapi melihat kondisi sekarang, angka Rp2,8 juta itu dianggap pas lah. Hanya, kalau menggunakan rumus tidak akan bertemu angka itu,” sampainya.

Arsukman juga menyoroti peran dewan pengupahan di tingkat provinsi dalam menetapkan UMP. Diketahui, dewan pengupahan itu terdiri atas pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

“Menurut kami, dewan pengupahan itu harusnya tidak ada lagi. Cukup di tingkat pusat saja, di tingkat provinsi tidak usah,” tuturnya.*