ilustrasi
RIAU1.COM -Setelah terbentuk pekan lalu, Panitia Khusus (pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar) memanggil 10 rekanan terkait penyelewengan dana penanganan covid-19. Pertemuan dengan rekanan digelar tertutup di Gedung DPRD Sumbar, Jumat (25/2/2021).
Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar Novrizon menjelaskan sebenarnya ada 11 perusahaaan rekanan yang dipanggil. Namun satu perusahaan tidak bisa hadir karena sedang berhalangan. “Dari 10 perusahaan, hanya 3 perusahaan yang punya izin penyedia alat kesehatan atau PAK, selebihnya tidak punya,” katanya, Kamis (25/2/2021).
Semua perusahaan berada dalam daerah, namun ada yang dapat diterima karena ada perusahaan yang membuat baju kaos, sepatu atau lainnya. Namun untuk pembuatan azmat, handzanitizer, dan sejenisnya menurutnya perusahaan yang ditunjuk tidak sesuai perizinannnya.
Dia menyebut, hanya 3 perusahaan yang mendapatkan izin hingga ke Kementerian Kesehatan. Sementara perusahaan lain hanya mendapatkan izin sampai tingkat provinsi. Bahkan ada perusahaan batik yang membuat handsanitizer.
“Untuk pengadaan handzanitizer saja sudah 4,9 miliar temuannya, itu baru yang diaudit BPK, belum lagi yang lain macam-macam seperti thermogun, hazmat dan lainnya,” ucap Novrizon.
Menurutnya, untuk kelanjutan pansus akan memberikan rekomendasi. Saat ini rekomendasi belum diputuskan. Rekomendasi tergantung dengan lobi bersama fraksi lainn nantinya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar) membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti indikasi penyimpangan anggaran penanganan pandemi covid-19 senilai Rp160 miliar di tahun 2020 oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar.
Indikasi penyimpangan ini berdasarkan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pemeriksa Keuangan (BPK). Pansus sudah dibentuk DPRD Sumbar sejak 17 Februari 2021 lalu. Ada dana sekitar Rp49 miliar dicurigai penggunaanya.
Kepala BPBD Sumbar Erman Rahman menjelaskan menurutnya hal itu bukanlah temuan, tetapi dipertanyakan. Pihaknya juga sudah memberikan klarifikasi dan dipertanggungjawabkan lewat bukti kwitansi dan berita acara. Kalau memang masalah pasti pihaknya diminta mengganti.
“Itu bukan temuan, tapi dipertanyakan. Jadi itu pembelian-pembelian dalam rangka percepatan penanganan covid-19, jadi sudah kita jelaskan kepada pansus sebagai pertanggungjawaban,” katanya, Selasa (23/2/2021). (Langgam.id)