Walhi Sumbar Minta PLTU Teluk Sirih Bertanggung Jawab,  Karena Penangkap Ikan Tewas Tersedot Pengisap Air Laut

7 April 2020
Evakuasi korban di bak penampungan PLTU Teluk sirih padang yang terisap mesin/ Walhi Sumbar

Evakuasi korban di bak penampungan PLTU Teluk sirih padang yang terisap mesin/ Walhi Sumbar

RIAU1.COM -PADANG- Seorang penangkap ikan, Qodri (24) tewas tersedot mesin pengisap air laut milik PLTU Teluk Sirih. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) meminta pihak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sirih Kota Padang bertanggung jawab atas tewasnya seorang penangkap ikan tersebut.

Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar Yoni Candra mengatakan, berdasarkan wawancara dengan warga sekitar, Qodri tewas tersedot mesin pengisap air laut milik PLTU Teluk Sirih. 

"Korban baru ditemukan dalam bak penampung atau bejana milik PLTU Teluk Sirih sehari setelah dinyatakan hilang pada 1 April," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Covesia, Selasa (7/4).

Kata Yoni, korban sehari-hari berprofesi sebagai guru mengaji di Pondok Pesantren Dar el-Iman Padang. Yang bersangkutan menangkap ikan bersama seorang rekannya. Meski demikian, pada sore hari usai salat Ashar, rekan korban tidak melihat Qodri lagi. 

"Rekan korban tersebut lalu bertanya kepada warga sekitar dengan menyebutkan bahwasanya korban tadi berada di daerah selatan dekat PLTU Teluk Sirih. Setelah mencari beberapa lama, masyarakat mendapatkan petunjuk korban tersedot mesin pengisap air laut milik PLTU Teluk Sirih yang biasa digunakan untuk pembangkit dengan cara menetralkan air laut menjadi air tawar," jelasnya.

Dia menuturkan, berdasarkan penelusuran Walhi Sumbar, pipa yang digunakan PLTU Teluk Sirih untuk menyedot air laut berdiameter dua meter. Di ujung pipa tersebut tidak dilengkapi dengan saringan atau alat pengaman.

Hal tersebut mengakibatkan mesin isap itu dengan sangat mudah menyedot apa saja yang berada di dekatnya. Selain itu, di area sekitar pipa, juga tidak ada tanda pentunjuk yang melarang maupun mengingatkan orang agar tidak mendekat, seperti plang maupun tanda peringatan lainnya.

"Kejadian serupa tidak saja terjadi kali ini, namun hampir setiap tahun. Pada 2018 lalu, terdapat belasan penyu terjebak dalam bak penampungan yang terisap pipa PLTU Teluk Sirih," sesalnya. 

Yoni menegaskan, pihak PLTU Teluk Sirih harus bertanggung jawab atas meninggalnya Qodri. Kematian penangkapan ikan itu, imbuh Yoni, akibat kelalaian pihak PLTU. 

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 359 dijelaskan bahwa, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Selain itu, jelas Yoni, PLTU Teluk Sirih diduga tidak memiliki Amdal yang lengkap. Hal tersebut dikarenakan, saat Walhi Sumbar mengakses dokumen tersebut, pihak berwenang menyebutkan Amdal PLTU Teluk Sirih tengah direvisi.

"Padahal, PLTU tersebut telah beroperasi sejak tahun 2013. Karena jelas dalam dokumen Amdal pada lampiran UKL/UPL terdapat aktivitas pemantauan yang dilakukan per tiga bulan. Kalau seperti ini diduga tidak ada aktivitas pemantauan yang dilakukan pihak berwenang," ucapnya.