Anggota Komisi II DPRD Siak, Ariadi Tarigan
RIAU1.COM - Anggota Komisi II DPRD Siak, Ariadi Tarigan meminta agar Bupati Siak Alfedri mencabut izin PT Duta Swakarya Indah (DSI). Alasannya, selain SK Menhut nomor 17/Kpts.II/1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan yang digunakan untuk mengurus izin sudah mati dengan sendirinya, hingga saat ini HGU PT DSI juga tidak ada.
"Kawasan itu izinnya juga tidak sesuai lagi dengan Permentan Nomor 57 tahun 2007. Kawasan itu juga tidak sesuai dengan peruntukkan yang ditetapkan Bupati Siak terdahulu Arwin AS. Dan izin Perusahaan itu harus segera dicabut." ungkap politisi Hanura itu, Senin 12 Agustus 2019.
Sebelumnya, Jimmy yang merupakan salah seorang warga pemilik lahan di Dayun, kabupaten Siak, telah melaporkan Direktur PT DSI Suratno dan Eks Kadishutbun Siak Teten Effendi ke Polda Riau karena ada klaim izin Menhut di atas lahan yang dimilikinya. Pada 2009 PT DSI datang ke lokasi kebun miliknya yang sedang dikelola oleh PT Karya Dayun untuk dijadikan kebun sawit.
"Ketika itu pengelolaan telah berlangsung kurang lebih 5 tahun sehingga pohon sawit telah berusia 3-4 tahun atau berbuah pasir," sebut Jimmy.
PT DSI mengaku dan mengklaim lahan kebun milik masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun sebagai miliknya. Pihak PT DSI menunjukkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.
"Selama ini saya membuka perkebunan yang dikelola oleh PT Karya Dayun, tidak pernah mengetahui adanya kepemilikan lain selain saya dan kawan -kawan membeli lahan tersebut secara sah," kata dia.
Ia merasa curiga dengan dasar klaim PT DSI, sehingga ia meneliti dasar pengakuan dari PT DSI yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998. Setelah diperhatikannya izin pelepasan tersebut ternyata penentuannya ada pada Dictum Kesembilan.
"Apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada dictum pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan HGU dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan itu, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya," terang pria berkacamata tersebut.
Sesuai dengan dasar klaim itu, ternyata PT DSI belum memanfaatkan kawasan hutan sesuai izin tersebut serta tidak menyelesaikan HGU sampai batas waktu yaitu 1 tahun sejak diterbitkan SK Pelepasan, 1 Januari 1998. "Karenanya saya menolak pengakuan atau klaim dari PT DSI," sebutnya.
Akibat penolakan tersebut, PT DSI melakukan upaya hukum gugatan perdata ke PN Siak dengan menggugat PT Karya Dayun meskipun PT DSI mengetahui pemilik asli dari lahan yang digugatnya tersebut bukan PT Karya Dayun. Hal itu sesuai sebagaimana terdaftar di kepaniteraan PN Siak nomor 07/PDT.G/2012/PN.Siak tanggal 26 Desember 2012.
Namun pada tingkat PN Siak, PT DSI memenangkan perkara tersebut. Pada tingkat MA gugatan PT DSI dinyatakan tidak dapat diterima. Akhirnya PT DSI melakukan upaya PK dengan berbagai alasan.
"Mereka menyampaikan alasan, pada proses kasasi seolah- olah ada berkas mereka yang tidak ikut dikirim oleh oknum PN Siak sehingga mereka menulis surat kemana -mana termasuk kepada KY," kata dia.
Setelah adanya putusan PK ternyata berkas -berkas yang dinyatakan tidak dikirim tersebut, saat ini ada pada PH PT DSI. Alasan lain juga tidak dapat diterima sehingga dikesankan mengajukan novum yang direkayasa.
"Atas latar belakang itu saya membuat laporan kepada Polda Riau untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan menggunakan surat yang tidak benar," kata dia.
Penggunaan surat yang tidak benar tersebut yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 yang telah mati dengan sendirinya. Surat itu juga digunakan untuk menerbitkan izin- izin lainnya, seperti Inlok berdasarkan Surat Keputusan dari Bupati Siak Nomor 284/HK/KPTS/2006 tanggal 8 Desember 2006 dan IUP oleh Bupati Siak Nomor 57/HK/KPTS/2009 tertanggal 22 Januari 2009, untuk kemudian memenangkan perkara.