Bacakan Pledoi di PN Siak, PH Terdakwa Kasus Dugaan Pemalsuan SK Menhut Minta Kliennya Dibebaskan
PH Terdakwa, Yusril Sabri
RIAU1.COM - Penasehat Hukum (PH) terdakwa eks Kadishutbun Siak, Teten Effendi dan Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI), Yusril Sabri membantah tuntutan JPU dalam nota pembelaannya (pledoi) di Pengadilan Negeri (PN) Siak, Riau Selasa 2 Juli 2019.
Yusril Sabri dkk menyatakan dalam pledoinya, kedua terdakwa tidak terbukti menggunakan surat palsu, dan minta dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Yusril Sabri juga menyatakan dalam pledoinya, kedua terdakwa tidak terbukti menggunakan surat palsu, dan minta dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
Yusril Sabri juga menanyakan dimana palsunya surat tersebut. Sebab, semua saksi yang diperlihatkan SK pelepasan kawasan dimuka persidangan menyatakan tidak tahu palsunya dimana.
"Suratnya asli, tanda tangan asli, kemudian dari empat lembar bukti yang diajukan semua saksi dan bahkan ahli mengatakan bahwa surat SK pelepasan kawasan hutan Nomor 17 tanggal 6 Januari 1998 tidak satupun yang menyatakan palsu atau mengetahui palsu," kata Yusril.
Dilanjutkannya, kalau dari sisi tempus atau waktu kejadian, Yusril menyebut JPU tidak nyambung. Karena, JPU dalam tuntutannya berpijak kepada Putusan PK Nomor 198 tahun 2017.
"Bagaimana terdakwa tahu akan ada putusan pengadilan pada tahun 2017, padahal terdakwa dituntut melakukan peristiwa menggunakan surat palsu untuk menerbitkan izin lokasi (inlok) pada tahun 2006 dan izin usaha (IUP) perkebunan pada tahun 2009," sebutnya.
Yusril menyatakan, seharusnya JPU berpedoman kepada putusan PK Nomor 158 tahun 2016, yaitu perkara perdata antara PT DSI dengan PT Karya Dayun yang relevan dengan perkara ini.
Karena, menyatakan PT DSI sah sebagai pemegang izin pelepasan kawasan hutan berdasarkan SK Menhut Nomor 17 tanggal 6 Januari 1998.
Putusan perkara tersebut, kata dia, yang relevan dijadikan pijakan oleh JPU, meski tidak punya kaitan langsung dengan substansi pokok perkara (obiter dicta) tetapi kasusnya ada hubungan tertentu dengan perkara ini.
"Lagi pula, JPU mempersoalkan tentang SK pelepasan kawasan yang sudah mati dengan sendirinya karena tidak mengurus HGU sebagaimana disebutkan dalam dictum kesembilan SK tersebut," sebutnya.
"Bagaimana caranya terdakwa tahu, surat tersebut sudah tidak berlaku lagi padahal JPU baru menyatakan surat itu palsu berdasarkan putusan PK Nomor 198 tahun 2017, hal yang tidak masuk akal," pungkasnya.(R1)
Penulis: M Rizal Iqbal