Wilayah Kerja (WK) Malacca Strait
RIAU1.COM - Perundingan terkait besaran Participating Interest (PI) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Wilayah Kerja (WK) Malacca Strait kembali menemui jalan buntu.
Pertemuan virtual yang melibatkan Pemerintah Provinsi Riau, Kabupaten Siak, dan Kepulauan Meranti, serta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tak menghasilkan kesepakatan final.
Pertemuan ini berlangsung secara virtual pada Senin (30/12). Dihadiri oleh Pj Gubernur Riau, Rahman Hadi, Pj Sekda Riau, Taufiq Oesman Hamid.
Tampak hadir pula Wakil Bupati Siak, Husni Merza, Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto dan sejumlah perwakilan dari PT Riau Petroleum Malacca Strait (RPMS) dan PT Imbang Tata Alam (ITA).
PT ITA sebagai salah satu pihak yang terlibat, mengajukan tawaran PI sebesar 2,5% dengan sejumlah insentif. Pihak manjeman anak usaha Energi Mega Persada Tbk (ENRG) itu, juga menyatakan memberikan dukungan berupa pembayaran sebesar Rp500 juta per tahun.
Sementara itu, konsorsium yang dipimpin PT RPMS dan melibatkan pemerintah daerah, ngotot pada angka 5%. Dengan tanggal efektif yang sama, yaitu 1 Januari 2024. Perbedaan penawaran ini didasarkan pada perhitungan masing-masing pihak terhadap potensi keuntungan dari WK Malacca Strait.
Sekda Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto menyampaikan, bahwa masih diperlukan review lebih lanjut terhadap data yang digunakan sebagai dasar perhitungan PI. Ia masih meragukan akurasi data yang digunakan sebagai dasar perhitungan.
"Sesuai arahan Bupati, kami tetap di batas ambang terakhir di 5 persen. Kami sangat mengapresiasi adanya kesempatan untuk melakukan kajian data lebih lanjut agar tidak mengambang dalam mengambil keputusan. Karena dampaknya berkaitan dengan PI yang nanti sangat berpengaruh di Meranti sebagai sumber pendapatan," kata Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto.
Keraguan ini mencuat karena potensi dampak yang sangat signifikan bagi pendapatan daerah, khususnya bagi Kabupaten Kepulauan Meranti yang sangat bergantung pada sektor migas.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif dan transparan, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mengusulkan agar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dilibatkan dalam proses negosiasi. SKK Migas sebagai regulator memiliki data yang lebih komprehensif terkait potensi WK Malacca Strait.
Perbedaan persepsi antara KKKS dan pemerintah daerah menjadi kendala utama dalam mencapai kesepakatan. KKKS cenderung menawarkan angka yang lebih rendah dengan alasan efisiensi operasional. Sementara, pemerintah daerah menginginkan porsi yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Pj Gubernur Riau, Rahman Hadi, menegaskan pentingnya segera menyelesaikan negosiasi ini. Namun, beliau juga menekankan pentingnya mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan semua pihak.
"Karena belum ada kata sepakat, maka beri kesempatan untuk mendapatkan data, memahami data, dan menyamakan persepsi. Kemudian dipertemuan selanjutnya, sudah satu pemahaman maka akan kita lakukan pertemuan," jelas Pj Gubri. Semakin cepat kita tuntaskan, semakin baik. Proses pengajuan ke Kementerian ESDM masih panjang," ujarnya.
Negosiasi PI di WK Malacca Strait menjadi cerminan tantangan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah daerah dituntut untuk lebih jeli dalam bernegosiasi agar mendapatkan porsi yang adil, sementara KKKS diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan daerah.
Seluruh pihak yang terlibat, yakni PT ITA, PT Riau Petroleum Malacca Strait dan para pemerintah daerah sepakat untuk melanjutkan pembahasan lebih mendalam. Jadwal perundingan akan disepakati di kemudian hari.*