Sengketa Lahan PT. EDI dengan Masyarakat Peladangan Suku Maharajo Belum Juga Tuntas

Sengketa Lahan PT. EDI dengan Masyarakat Peladangan Suku Maharajo Belum Juga Tuntas

21 Desember 2022
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Mediasi terkait sengketa lahan PT. Ekadura Indonesia (EDI) dengan masyarakat peladangan Suku Maharajo kembali dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau,  Rabu (21/12/2022). Pertemuan ini membahas izin Hak Guna Usaha (HGU).

Mediasi ini merupakan rapat lanjutan antara PT. EDI bersama masyarakat peladangan Suku Maharajo yang sebelumnya dilaksanakan tanggal 1 November 2022.

Berdasarkan keterangan Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Karo Pem dan Otda), Muhammad Firdaus menjelaskan, bahwa kesimpulan dari rapat pada tanggal 1 November 2022 lalu, pada poin pertama, masyarakat meminta agar permasalahan dapat diselesaikan dengan musyawarah bukan secara hukum.

Kemudian, poin kedua disebutkan, berdasarkan kesepakatan antara masyarakat, perusahaan, dan Pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu, agar tidak memproses perpanjangan HGU PT. EDI sampai diperoleh kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat.

Kesepakatan itu, terkait lahan dengan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) 00445 yang diklaim di dalamnya terdapat lahan masyarakat peladangan Suku Maharajo seluas 452 hektar.

Selanjutnya poin ketiga disebutkan, agar perusahaan menindaklanjuti surat Menteri Agraria perihal permohonan tidak menerbitkan perpanjangan HGU PT. EDI Kebun Sei Mading. Dinyatakan agar perusahaan segera menyelesaikan permasalahannya dengan masyarakat.

"Terkait poin tersebut diberikan waktu satu bulan hingga 1 Desember 2022 kepada perusahaan untuk memperlajari dan menentukan sikapnya. Untuk dilaksanakan dan disampaikan pada rapat selanjutnya, yaitu hari ini, bahkan sudah lebih dari satu bulan," jelas Firdaus.

Pada rapat lanjutan ini, diskusi antara PT. EDI dengan Suku Maharajo yang di mediasi oleh Pemrov Riau, dalam hal ini masih belum menemukan kata sepakat.

Lebih lanjut, Firdaus menjelaskan, bahwa menyikapi aduan dari masyarakat Koto Lama klaim tanah seluan 452 hektar itu, peran pemerintah Riau hanya bisa dengan memediasi tidak dapat bertindak lebih jauh.

"Kewenangannya ada pada pemerintah pusat. Kami dari pemerintah provinsi hanya bisa memfasilitasi pihak yang terkait, dalam hal ini tentunya permasalahan ini dapat diselesaikan dengan musyawarah," ucapnya.

Dikatakan dia, Jika permasalahan ini secara mufakat juga tidak bisa diselesaikan, maka jalan terakhir kemungkinan melalui proses jalur hukum.

"Karena hal-hal yang diminta oleh Suku Maharajo seperti melihatkan legalitas dokumen, tapi yang bisa meminta itu adalah penegak hukum. Maka pengadilan yang dapat memastikan nantinya," sebut dia.*