Ilustrasi kakap putih/net
RIAU1.COM - Pengembangan budidaya kakap putih sebagai peluang usaha bagi masyarakat pulau kecil tengah dioptimalkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Satu di antara daerah yang punya potensi besar untuk pengembangan budidaya kakap putih berada di pulau kecil terluar di Indonesia adalah di Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Di Kabupaten Kepulauan Meranti mempunyai perairan yang dengan salinitas atau kadar garam yang terlarut dalam air yang cocok untuk habitat kakap putih,” jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, melalui keterangan pers, Kamis (10/8/2023).
Sebut dia, Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi budidaya perikanan sebesar 1.350 hektare. Selain perairan yang baik, pakan yang berasal dari ikan rucah juga mudah dijumpai dengan harga terjangkau.
“Dengan harga jual mencapai Rp60-Rp70 ribu per kilo, saya kira margin yang didapat para pembudidaya sangat besar, dan saya kira ini sangat layak sekali untuk dikembangkan,” tambahnya.
Ketua Koperasi Samudra Jaya Bersama, Muhammad Rauf sudah merasakan besarnya keuntungan menjadi pembudidaya kakap putih. Berkat budidaya ikan kakap putih ia mengaku perekonomiannya meningkat signifikan. Bahkan bukan hanya dia, namun juga anggota kelompoknya.
Selain pengembangan usaha budidaya ikan kakap putih, keuntungannya bisa dipakai menyekolahkan anaknya hingga lulus tingkat perguruan tinggi.
“Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, hasil dari usaha budidaya ikan kakap putih ini juga bisa untuk membangun rumah dan membeli tanah,” ucapnya bangga.
Rauf mengaku peluang usaha kakap putih awalnya dia peroleh usai mengikuti Forum Group Discussion (FGD) tentang potensi budidaya kakap putih yang diselenggarakan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam sebagai perpanjangan tangan DJPB KKP dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dalam perhitungan kotor budidaya kakap putih di Keramba Jaring Apung (KJA) yang dikelola kelompoknya sekali panen bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rp 490 juta. Sementara untuk masa tebar hingga panen membutuhkan waktu 8 bulan.
Sedangkan biaya operasionalnya seperti pakan, listrik, vitamin dan probiotik. Jika ditotal, biaya operasional yang dikeluarkan hanya menghabiskan dana Rp3,8 juta.*