KI Riau: PT PHR, BUMD dan Badan Publik Lainnya Harus Transparan Beri Informasi pada Masyarakat
Ilustrasi/net
RIAU1.COM - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan semua badan publik yang diberikan amanah oleh negara mengelola sumber daya alam, khusus Migas di wilayah Provinsi Riau kata Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Riau, Zufra Irwan wajib memberikan hak-hak informasi masyarakat Riau.
"Tidak hanya Pertamina, SKK Migas ada juga Pertamina Hulu Rokan, termasuk BUMD, sebagai sebuah badan publik yang melaksanakan bisnis negara di bidang Migas, tidak ada alasan untuk tidak transparan terhadap pemerintah dan masyarakat Riau," kata Zufra Irwan belum lama ini.
Menurut Zufra, sebagai sebuah badan publik, apakah Pertamina dan seluruh jajarannya, BUMD termasuk SKK Migas, harus bebar-benar memahami perintah undang-undang no 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik.
"Hanya sebagian kecil informasi terkait pengelolaan migas ini yang sifatnya rahasia, misalnya potensi, atau kontrak-koktrak yang berkaitan dengan badan privat. Sebagian besar informasi publik," ujar Zufra.
Ditegaskan Zufra, seluruh badan publik yang diberikan tugas oleh pemerintah mengelola sumber daya Migas, harus benar-bebar merubah frame berpikir bahwa pengelolaan Migas saat ini jangan masih merasa seolah-seolah seperti saat orde baru.
"Semua alasannya rahasia negara, sedikit-sedikit rahasia negara, itu udah masa lalu. Hampir semua aktifitas yang dilaksanakan oleh badan publik sifatnya informasi publik. Kecuali yang diperintahkan oleh undang-undang KIP atau undang-undang lain untuk dirahasiakan. Tidak ada kewenangan menteri sekalipun menyatakan sebuah informasi publik untuk dirahasiakan, kecuali setelah dilakukan uji konsekuensi sebuah informasi," tutur Zufra.
Sambung dia, bisa dibayangkan, jika sumber daya alam Riau ini yang dikeruk setiap hari, lalu masyarakatnya tidak bisa mendapatkan informasi yang konprehensif terkait itu.
"PHR jangan sampai 'ganti kulit' PT Chevron lagi di Riau ini. Tatakelola informasi publiknya, wajib mematuhi undang-undang KIP dan rasa berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat Riau," ujar Zufra.
Dia juga mengingatkan untuk meninggalkan masa lalu yang penuh ketertutupan. "Ayo misalnya, gak usah pakai undang-undang, regulasi atau apapun itu. Anda berusaha di daerah orang, anda eksploitasi sumber daya alamnya, anda gali, anda bawa, dikomersilkan. Misalnya tanpa melibatkan orang lokal, informasi diberikan sepotong-sepotong. Protes-protes didiamkan. Pasti akan muncul hal-hal yang tidak baik dan sebagainya," tutur Zufra lagi.
Karena itu, Ketua KI Riau berharap pengelolaan Migas di Riau harus benar-benar memberikan hak-hak informasi publik.
"Undang-undang mewajibkan adanya Informasi yang sifatnya tersedia setiap saat,Informasi berkala, informasi serta merta. Apa lagi informasi yang sifatnya permohonan atau permintaan informasi. Jangan lagi lah, sedikit-sedikit wewenang pusat," jelas Zufra.
Dikatakan Zufra, saat ini jika ingin mendapatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat, maka harus terbuka.
"Masyarakat udah cerdas kok, mereka tidak akan tuntut informasi yang sifatnya menjadi rahasia negara menurut undang-undang. Saya kira responsif terhadap keluh kesah masyarakat, apapun itu latar belakangnya, pasti akan meminimalisir masalah," ujar Zufra lagi.
Sebagai contoh, tambah dia, misalnya Pertamina Hulu Rokan (PHR), kata Zufra, riuh dan gonjang-ganjing akhir-akhir ini, mestinya perusahaan hadir dengan informasi yang konprehensif, menyampaikan penjelasan-penjelasan yang banyak jadi pertanyaan media.
Dijelaskan Zufra, hal-hal sederhana dan memang sifatnya harus diinformasikan kepada publik. Misalkan soal alokasi tenaga kerja. Di masa PT Chevron serba tertutup, jangan terjadi lagi. Soal tatakelola informasi penangan lingkungan misalnya.
Ada hal yang selama ini juga dianggap sangat tertutup, lanjut Zufra, misalnya terkait kewajiban sosial terhadap masyarakat Riau.
"Nah itu dia, soal CSR. Berapa sih besaran anggaran untuk CSR pertahunnya untuk masyarakat Riau. Siapa saja yang boleh mendapatkan, alokasinya untuk sektor apa saja, belum lagi soal lifting, cos recovery. CSR penerimanya siapa saja, syarat-syaratnya apa saja. Jangan hanya sebagian kecil yang dianggap kenal yang bisa mengaksesnya," papar Zufra.
"Juga soal Participating Intres (PI 10 persen), dokumen hitungannya seperti apa? siapa yang tau," ujar Zufra mempertanyakan.
Suatu hal yang selalu disampaikan dan diingatkan Komisi Informasi, sebut Zufra, adalah kewajiban seluruh badan publik membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
"Ini perintah undang-undang, no 14 tahun 2008, bagaimana tatakelola informasi publik di badan publik dan seluruh teknisnya," papar Zufra. (**).