Foto (istimewa)
RIAU1.COM - Puluhan buruh yang mengatasnamakan Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau berdemo dikantor DPRD Riau. Dalam aksinya massa menolak undang-undang no 11 tahun 2020 tentang Ciptakerja dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau. Senin (7/2/2022).
Massa datang sekitar pukul 10.00 wib yang dikawal langsung oleh aparat kepolisian dan satpol PP. Massa diperbolehkan masuk setelah beberapa lama berorasi yang langsung disambut dikomsi I oleh Wakil ketua DPRD Riau Hardianto dan anggota DPRD Riau Makarius Anwar.
Satria ketua DPW FSPMI Riau mengatakan ada dua tuntutan aksi di DPRD Riau. Pertama menolak UU no 11 tahun 2020 tentang Ciptakerja dan kenaikan upah minimum.
"Menuntut dibatalkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislative review dan kenaikan upah minimum 2022 yang disahkan gubernur," katanya.
Menurut Satria, UU no 11 tahun 2020 tentang Ciptakerja dan kenaikan upah minimum sangat tidak berpihak kepada buruh, mulai dari pemberian pesangon semakin menurun kualitasnya dan tanpa kepastian hukum yang jelas.
“RUU ini akan semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil. Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraptoduktif, dan tidak pro-rakyat,” ujarnya.
Selain itu, kenaikan UMP yang ditetapkan gubernur Riau juga jauh yang diharapkan tidak sampai 1 persen.
"Di DKI bisa sampai 1 persen sementara di Riau kenaikan hanya 0,94 persen. Padahal Riau ini diatas minyak dibawah minyak. Ini kan ironis,"ujarnya Satria.
Sementara itu wakil ketua DPRD Riau Hardianto mengatakan akan menyampaikan tuntutan FSPMI kepada pemerintah pusat melalui DPR RI. Karna terkait penolakan UU cipta kerja ini adalah kebijakan pusat.
"UU cipta kerja ini adalah produk pemerintah pusat. Untuk itu kami di DPRD Riau hanya bisa melanjutkan apa yang menjadi tuntutan para buruh,"ujarnya.
Namun terkait kenaikan UMP ini, Hardianto mengaku bahwa DPRD tidak dilibatkan secara aktif dalam penyusunan besaran UMP ini.
"Kita tidak pernah dilibatkan secara aktif besarnya. Padahal kita persentasi masyarakat Riau di DPRD. Jadi bingung juga kita setiap pengaduan ke sini. Tapi proses inti tidak dilibatkan,"terang Hardianto.
Tapi meskipun demikian, apa yang menjadi tuntutan buruh sebagai wakil rakyat pihaknya akan berusaha bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa disampaikan pada pemerintah pusat dan daerah.
"Memang persoalan tiap tahun adalah kenaikan upah, dan setiap tahun pula buruh demo. Menurut saya yang harus dilakukan yakni melakukan pengkajian secara komprehensif berapa kebutuhan hidup layak di Riau. Dan jika ini sudah dikaji tidak ada lagi yang demo,"tutupnya.