Salah Satu Permasalahan Pertanahan di Riau Sebut Gubri Yakni Perubahan Fungsi dari non Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan

17 November 2021
Gubernur Riau, Syamsuar (Foto:MCR)

Gubernur Riau, Syamsuar (Foto:MCR)

RIAU1.COM - Sebagai upaya percepatan pelaksanaan Strategi Pencegahan Korupsi (Stranas PK) kebijakan satu peta di Provinsi Riau, Gubernur Syamsuar menggelar rapat bersama KPK RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Agenda rapat tersebut membahas terkait percepatan pengukuhan kawasan hutan, percepatan retribusi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), percepatan penyelesaian penggunaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan serta optimalisasi pajak perkebunan sawit.

Gubri Syamsuar menjelaskan, masih banyak permasalahan pertanahan di Provinsi Riau yang perlu diselesaikan secara bersama. Untuk itu ia mengharapkan dengan adanya pertemuan ini bisa menyelesaikan permasalahan pertanahan di Provinsi Riau.

"Seyogyanya pertemuan ini kami harapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan pertanahan di Riau," katanya.

Dia menambahkan, beberapa permasalahan pertanahan di Riau adalah perubahan fungsi tata ruang dari non kawasan hutan (areal penggunaan lain) menjadi kawasan hutan. Hal ini berdasarkan Perda Riau Nomor 10 tahun 1994 tentang rencana tata ruang wilayah Riau tahun 1994-2009.

Kemudian, berdasarkan SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 tanggal 7 Desember 2016 tentang kawasan hutan Provinsi Riau dan Perda Provinsi Riau nomor 10 tahun 2018 tentang rencana tata ruang wilayah Provinsi Riau tahun 2018-2038.

Gubri menyampaikan, permasalahan lainnya adalah bidang-bidang yang terletak dalam areal gambut. Hal ini didasari oleh inpres Nomor 5 tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.

Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional Nomor TU.01.02/177-100/2019 tentang tindak lanjut infrastruktur Presiden RI nomor 5 tahun 2019 menyampaikan bahwa terdapat produksi hasil kegiatan PTSL yang masuk kedalam areal PIPPIB tersebut agar dihentikan proses sertifikasinya dan dikategorikan kedalam K3.3 (peta bidang tanah).

Kemudian, surat keputusan Menteri LHK Nomor HR.01/643-100/IV/2020 periode II Surat keputusan KLHK Nomor SK.666/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2021 tentang penetapan peta indikatif penghentian pemberian izin berusaha, persetujuan penggunaan kawasan hutan, atau persetujuan perubahan peruntukan kawasan hutan baru pada hutan alam primer dan lahan gambut tahun 2021 periode I.

"Akibat hal-hal tersebut di atas, berkaitan dengan pelayanan pemeliharaan data pertanahan seperti hak tanggungan, balik nama atau peralihan hak, pemisahan dan perbuatan hukum lainnya belum dapat dilakukan," ungkapnya.*