Progres PSR di Riau Lambat Disebut Kadisbun Salah Satunya Karena Tingginya Harga Sawit

24 September 2021
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau melakukan percepatan pemberkasan dokumen program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) secara nasional. Percepatan itu untuk mendorong peningkatan realisasi program PSR di Provinsi Riau tahun 2021. Pasalnya saat ini realisasi replating sawit di Provinsi Riau baru mencapai 392 hektare (Ha), dari target 26.500 Ha. 

"Target PSR kita untuk tahun 2021 sebanyak 26.500 Ha, namun sampai Agustus baru tercapai 392 Ha," kata Kepala Disbun Provinsi Riau, Zulfadli, Kamis (23/9/2021) malam. 

Karena itu, lanjut Zulfadli, pihaknya akan terus berupaya menggesa agar realisasi replanting sawit di Riau meningkat. 

"Kita terus memberi support kepada kabupaten/kota agar cepat mengusulkan PSR ke provinsi dengan data sudah clear. Artinya jangan lagi di provinsi membahas verifikasi sehingga memperlambat pengusulan PSR ke pusat," ujarnya. 

Selain itu, lanjut Zulfadli, upaya lain agar progres PSR meningkat, pihaknya melakukan percepatan pemberkasan dokumen program 

dengan melibatkan pihak Kementerian Pertanian, Kemenko Perekonomian, Kementerian BPN/ATR, Kementerian LHK, BPKH dan Disbun Kabupaten/Kota. 

"Jadi nanti semua pihak yang terlibat dalam program PSR ini nanti akan memverifikasi secara serentak usulan PSR kabupaten. Kami harap dengan upaya ini bisa meningkatkan progres PSR. Dengan begitu kita bisa memperkecil kemungkinan data usulan PSR yang tak sesuai persyaratan," terangnya. 

"Dengan adanya percepatan pemberkasan dokumen program PSR tersebut, kita menargetkan sampai Oktober 2021 progres PSR di Riau bisa mencapai 1.600 Ha," ungkapnya. 

Zulfadli menyatakan, jika merujuk realisasi PRS secara nasional khusus di Sumatera. Realisasi PSR di Provinsi Sumatara Utara, Jambi, Sumatera Selatan dan Aceh relatif sama. 

"Bahkan Aceh sampai saat progresnya baru 168 hektar. Untuk itu kita harus ada upaya khusus untuk mendorong realisasi PSR ini," cetusnya. 

Zulfadli menjelaskan alasan kenapa progres PSR lambat. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Salah satunya karena tingginya harga sawit. Dimana banyak kelompak tani yang awalnya sepakat mengusulkan PSR membubarkan diri karena harga sawit tinggi. 

"Kemudian persoalan lain banyak kebun masyarakat yang lahannya tidak clear. Misalnya alas haknya tak jelas dan tumpang tindih. Namun ada juga kebun masyarakat yang sudah ada sertifikat masuk kawasan hutan," bebernya. 

Zulfadli menambahkan, untuk pengusulan PSR ini di input ke aplikasi dengan persyaratan harus lengkap. Kelengkapan dokumen itu diverifikasi dan validasi di sistem di daerah. 

"Harusnya masuk ke kita tidak ada masalah namun ketika diusulkan ke provinsi persoalan itu masih kita temukan. Artinya sejauh ini usualan PSR banyak yang syaratnya tak bisa dipenuhi di tingkat kabupaten/kota. Kalau tak lengkap bagaimana pkita mau cepat proses usulan ke pusat," pungkasnya.*