Perkebunan Sawit yang Tidak Bayar Pajak Salah Satu dari Empat Masalah Pertanahan di Riau

30 Juli 2021
Ilustrasi

Ilustrasi

RIAU1.COM - Saat ini ada empat masalah besar pertanahan di Provinsi Riau. Hal tersebut diakui Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, M. Syahrir.

Empat masalah tersebut yakni, pertama, lahan yang semula HPL berubah menjadi kawasan hutan. Di mana di Riau sendiri banyak sekali sertipikat tanah yang sudah diterbitkan tapi masyarakat tidak bisa memanfaatkannya.

"Karena berubah status, dari yang semula HPL berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2014 menjadi kawasan hutan sesuai SK KLHK Nomor 903 Tahun 2016," kata Syahrir. 

Akibatnya, sebut dia, masyarakat tidak bisa memperjual belikan tanah, tidak bisa melakukan pembangunan di atas tanah, sehingga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. 

Lalu yang kedua, adanya Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Yang mana setelah dicek di lapangan ternyata tidak sesuai, ada PIPPIB. Konflik ini paling banyak terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti yakni 95 persen. Hanya 5 persen Pemerintah Kabupaten Meranti bisa membangun. 

Selanjutnya, yang ketiga yakni adanya pipa PT Chevron Pacific Indonesia. Adanya lahan 100 meter yang berada di kiri dan kanan pipa Chevron sepanjang 180 kilo meter yang melewati 5 kabupaten/kota yaitu Pekanbaru, Kampar, Siak, Bengkalis, dan Dumai. 

Dan yang keempat adalah banyaknya potensi kebun sawit di Provinsi Riau. Kebun-kabun sawit yang ada di Bumi Riau kata Syahrir tidak membayar pajak. Bahkan, banyak juga masyarakat yang menanam sawit di kawasan hutan. 

Pihaknya berharap masalah-masalah ini harus diselesaikan. Karena jika terlambat diselesaikan, masyarakat akan semakin resah dan hal itu akan memicu terjadinya konflik. 

"Oleh karena itu Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) hadir sebagai salah satu wadah untuk menuntaskan konflik itu sehingga Provinsi Riau bisa sejahtera masyarakatnya dan terhindar dari masalah-masalah pertanahan," demikian Syahrir.