Ilustrasi
RIAU1.COM - Konflik pertanahan sudah menjadi konflik yang mendasar di lingkungan masyarakat Indonesia termasuk di Provinsi Riau.
Hal tersebut dikatakan pelaksana harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Masrul Kasmy saat menjadi pemateri dalam acara webinar konflik pertanahan di Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, Jumat 22 Januari 2021.
Masrul menerangkan, telah terjadi beberapa kali konflik pertanahan, baik itu antara perusahaan dengan masyarakat, perusahaan dengan koperasi atau perusahaan dengan kelompok tani. Untuk itu, menurutnya terdapat beberapa strategi penyelesaian yang dilakukan oleh Pemprov Riau untuk menangani masalah tersebut.
"Provinsi Riau hari ini memang ada puluhan kasus. Sebagaimana data dari Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri, bahwa ada 10 kasus yang utamanya memang sekitar wilayah perkebunan di Riau," paparnya.
Tambah dia menerangkan, penyelesaian yang dilakukan Pemprov Riau yang utama adalah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, lampiran pembagian urusan pemerintahan bidang pertanahan, sub urusan sengketa tanah garapan, sengketa tanah garapan dalam daerah kabupaten/kota merupakan kewenangan kabupaten/kota.
Selanjutnya, sebagian besar materi pengaduan sebagaimana disebutkan berlokasi dalam satu wilayah kabupaten/kota, maka pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini memerintahkan pemerintah kabupaten/kota terkait memfasilitasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan kewenangannya sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu menyurati kabupaten/kota.
Upaya-upaya lainnya yang dilakukan Pemprov Riau adalah memfasilitasi kebijakan penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau adalah melalui pendekatan win-win solusi, fasilitas, dan mediasi yaitu upaya penyelesaian diluar pengadilan terhadap kedua belah pihak yang berkonflik.
Jika upaya fasilitasi dan mediasi tersebut tidak menemukan hasil, maka kata Masrul, upaya penyelesaian selanjutnya diserahkan kepada pihak yang berkonflik atau melalui jalur hukum, karena kewenangan gubernur tidaklah bersifat mutlak dalam penyelesaian masalah karena apabila terbentur kepada kebijakan kewenangan regulasi.
"Gubernur hanya dapat memberikan usulan dan rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk menyelesaikan konflik tersebut," tuturnya.
Masrul menambahkan, terdapat beberapa contoh konflik pertanahan di Riau, seperti permasalahan adanya dugaan penguasaan lahan diluar HGU oleh PT ADEI Plantation dan Industry dengan lima desa di Kabupaten Bengkalis.
Kemudian permasalahan lahan milik 160 masyarakat Suku Sakai Bathin Beringin desa Kota Pait dengan PT ADEI Plantation dan Industry, izin lokasi untuk pembangunan perkebunan yaitu perkebunan kelapa sawit atas nama Koperasi Petani Sejahtera dengan PT ADEI Plantation dan Industry.
Masalah pertanahan lainnya, krisis tenurial Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau antara Koperasi Tani Berkah, Koperasi Mekar Sakti, Koperasi Tani Lubuk Indah dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo.
"Ada juga Kasus hak atas tanah antara Koperasi Sengkemang Jaya dan PT Duta Swakarya Indah di Kabupaten Siak, kemudian permasalah pertanian Kelompok Tani Tasik Tebing Serai di Bengkalis dan Kelompok Tani Bina Karya Desa Kesuma Kabupaten Pelalawan terkait penguasaan lahan oleh PT. Arara Abadi, dan lainnya," pungkasnya.