Jikalahari Desak KPK Buru Mantan GM Forestry PT RAPP

3 Juni 2020
Made Ali (int)

Made Ali (int)

RIAU1.COM - Organisasi penggiat lingkungan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buronan Ir Rosman usai lembaga antirasuah tersebut menangkap Nurhadi, eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) 1 Januari 2020 lalu.

“Selama 13 tahun KPK yang sudah menetapkan Rosman sebagai buronan tidak pernah sama sekali dikejar oleh KPK. KPK tidak punya nyali kalau sudah berhadapan dengan korporasi perusak hutan,” ujar Made Ali, Koordinator Jikalahari dalam siaran pers yang diterima redaksi, Rabu 3 Juni 2020.

Seperti diketahui, terang Made Ali, Rosman adalah General Manager Forestry PT RAPP. Ia dalam pencarian KPK saat menjadi saksi dalam perkara terpidana Tengku Azmun Jafar, Asral Rachman, Syuhada Tasman, Burhanudin Husin dan Rusli Zainal. 

"Peran Rosman diantaranya, pertama, Rosman Kunci Proses Take Over (TO)‘Perusahaan Boneka’ T Azmun JaafarPasca 7 perusahaan (PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari) memperoleh IUPHHK-HT. Azmun meminta Budi Surlani dan Anwir Yamadi untuk menemui Rosman," terang Made Ali.

Sambung dia, Azmun mengetahui bahwa 7 perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan mengelola areal IUPHHK-HT, maka ia meminta agar Rosman dapat membantu menawarkan ke PT RAPP agar mengambil alih (take over) perusahaan tersebut. 

"Rosman menyetujui dan menawarkan kerjasama operasional antara 7 perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS) yang merupakan anak usaha grup PT RAPP dan saat itu Rosmanlah yang menjabat sebagai Direktur Utama PT PKS," paparnya.

"Kedua, Rosman ‘Menalangi’ Biaya Pengurusan RKT 7 Perusahaan. Karena tidak memiliki biaya, Rosman menyetujui untuk menalangi biaya pengurusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang akan diperhitungkan sebagai pinjaman perusahaan yang akan dikembalikan dengan memotong fee produksi kayu yang berasal dari areal IUPHHK-HT dari 7 perusahaan tersebut,"

"Ketiga, Rosman merugikan keuangan Negara dan menguntungka PT RAPP. Dari kesaksian Paulina, legal PT PKS yang ditunjuk Rosman, ia melakukan pembayaran biaya Take Over kepada 7 perusahaan. Beberapa yang tercatat diantaranya CV Bhakti Praja Mulia Rp 6,75 miliar, CV Alam LestariRp 2,2 miliar, CV Mutiara Lestari Rp 1 miliar, CV Puteri Lindung Bulan Rp 2,5 miliar dan CV Tuah Negeri Rp 750 juta,"jelasnya dalam siaran pers tersebut

Menurut Paulina, dana untuk TO ini tambah Made, sebagian didapat dari meminjam dana ke bagian keuangan PT RAPP. Hasil dari produksi 7 areal IUPHHK-HT ini dijual ke PT RAPP berdasarkan kontrak kerja, PT RAPP akan melakukan penanaman,  land clearing dan pemanfaatan Bahan Baku Serpih. Sedangkan hasil kayu pertukangan dijual ke PT Forestama Raya.

"Dari hasil TO Rosman, PT RAPP memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan 7 areal IUPHHK-HT yang dilakukan land clearing. Berdasarkan fakta persidangan nilai kayu yang hilang mencapai Rp 320 miliar dan telah menguntungkan perusahaan dengan terbitnya RKT 7 perusahaan tersebut mencapai Rp 505 miliar. Total keuntungan PT RAPP sebesar Rp 825 miliar," katanya.

“Kami menduga PT RAPP melalui APRIL Grup selama ini berusaha menyembunyikan Ir Rosman dari kejaran KPK. KPK perlu segera memanggil Direktur, Komisaris dan Owner APRIL Grup untuk bekerja sama menghadirkan Ir Rosman di KPK. Lalu, KPK menetapkan korporasi sebagai tersangka korupsi kehutanan yang melibatkan Gubernur Riau, Bupati dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau karena secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan Negara saat menerbitkan IUPHHK-HT untuk 20 korporasi di Siak dan Pelalawan,” lebih lanjut Made memaparkan.

Jikalahari menilai, sekaranglah saatnya komisioner KPK yang diketuai oleh Jendral Bintang Tiga membuktikan kesaktian bintangnya dengan menangkap Ir Rosman yang sejak Komisioner Antasari Azhar sampai Agus Raharjo tidak berani menangkap Ir Rosman, Taipan dan korporasi yang merusak hutan alam di Provinsi Riau. “Emang Firli Bahuri berani?” tantang Made Ali mengakhiri.