Ruhaya sedang menenun Songket Melayu (Foto: Zar/Riau1.com)
RIAU1.COM - Pemikiran keliru tentang wisata halal masih terjadi di sebagian masyarakat Indonesia terutama di daerah yang notabene berpenduduk non muslim. Mereka menganggap wisata jenis ini dapat mematikan perekonomian serta perpecahan antar umat beragama. Sehingga mendapatkan penolakan. Seperti terjadi baru-baru ini terhadap kawasan wisata Danau Toba di Sumatera Utara, Bali hingga Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Padahal wisata halal merupakan sebuah peluang menjanjikan. Dapat meningkatkan ekonomi serta perbaikan sektor investasi seluruh lapisan masyarakatnya. Sama sperti berbagai macam jenis wisata lainnya. Sama-sama merasakan dampak dari wisata religi tersebut.
"Tren wisata halal ini banyak salah mengartikannya. Terutama di daerah non muslim. Bahkan di beberapa daerah ada yang menolaknya," sebut Pimpinan redaksi Opini, Tri Wahono saat menjadi narasumber di Riau Investment Forum 2019 di menara Dang Merdu Bank Riau Kepri, Selasa, 3 September 2019 silam.
Pembuktian jika sektor ini dapat meningkatkan ekonomi dan investasi bagi masyarakatnya diambil dari data total pengeluaran wisatawan muslim secara global untuk tahun 2020. Dikeluarkan oleh Master Card Crescent Rating Global Muslim Travel Index. Dimana, sekitar 220 juta dolar AS dengan jumlah 156 juta wisatawan muslim mewakili segmen wisata seluruh dunia.
Angkanya akan terus meningat terutama tahun 2026 menjadi 300 miliar AS. Khusus untuk Indonesia, Master Card Crescent Rating Global Muslim Travel Index juga mengatakan turis asing muslim rata-rata akan membelanjajan uangnya di Tanah Air sekitar 1.100 dolar AS/kunjungan. Sementara wisatawan berasal dari Timur Tengah dikenal dengan kebiasaan royal belanjanya akan menghabiskan 2 ribu dolar AS/kunjungan di Nusantara.
Angka yang cukup fantastis jika terlepas dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Wisata halal bukan persoalan seberapa banyak penduduk muslim mendiami wilayah tertentu. Namun lebih kepada seberapa banyak mendapatkan peluang kemudian ditangkap dari sektor ini.
Seperti terjadi terhadap negara di Jepang. Wilayah mayoritas berpenduduk non muslim ini sadar dan menangkap peluang menjanjikan ini. Mereka berbondong-bondong menarik minat wisatawan muslim dengan cara paling mudah yaitu menyediakan tempat-tempat salat lengkap dengan fasilitasnya.
Begitu juga dengan Singapura negara berpenduduk mayoritas non muslim. Sektor kuliner berlabel halal di negara mereka kini dianggap menjadi ladang bisnis tersendiri bagi masyarakat disana.
"Contohnya kini Singapura. Label halal adalah bisnis baru bagi mereka. Karena dengan mendapatkan sertifikat itu maka kuliner mereka akan mendapat peluang dibeli oleh wisatawan muslim," imbuhnya.
Lantas bagaimana dengan potensi sektor wisata halal di Indonesia?. Kementerian pariwisata sendiri menargetkan akan ada 20 juta wisatawan asing/tahun masuk ke Indonesia.
Dari angka ini, diperkirakan 5 juta wisatawan merupakan muslim. Artinya 25 persen wisatawan asing masuk ke Indonesia berlatar belakang beragama Islam dari seluruh negara. Terjadi peningkatan belanja 5.5 miliar dolar AS menjadi 10 miliar dolar AS/tahun.
Melihat peluang emas seperti ini khusus untuk Pemerintah Provinsi Riau menyikapinya dengan tangan terbuka. Dibuktikan dengan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 18 tahun 2019 ditandatangani langsung oleh Gubernu Riau Syamsuar pada 5 April 2019 silam. Mantan Bupati Siak dua periode ini menerbitkan peraturan tentang pariwisata halal agar mampu memberikan keamanan, kenyamanan serta pelayanan maksimal kepada wisatawan baik asing maupun lokal.
Artinya pemda menetapkan Riau sebagai destinasi wisata halal. Tak tanggung-tanggung, Syamsuar saat itu dengan seriusnya langsung menggandeng Menteri Pariwisata Arief Yahya perihal nota kesepahaman di Jakarta.
Diiringi dengan peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat. Dia menjanjikan akan melakukan pembenahan dengan melakukan peningkatan industri padat karya melalui pengembangan SDM dan pendidikan vokasi selama lima tahun kedepan.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Riau Eva Revita menyebutkan impian ini akan terwujud jika berjalan seiring dengan pertumbuhan investasi di Riau.
"Karena kalau investasi akan sejalan dengan peningkatan lapangan kerja. Kita memiliki peraturan harus menggunakan tenaga kerja domestik untuk masuk dalam seluruh dunia usaha. Ini akan menyentuh UMKM menyasar pariwisata halal. Untuk kabupaten dan kota saran saya mereka harus lebih jeli lagi meningkatkan potensi dari masing-masing daerah dengan harapan bisa mengolahnya menjadi peluang investasi," imbuhnya.
Seperti terjadi saat ini. Para UMKM di Riau dianggap lebih banyak tumbuh secara mandiri setelah mereka digembleng untuk mengikuti pelatihan.
"Tahun lalu ada 100 orang Industri Kecil Menengah (IKM) kita latih untuk membuat tanjak. Sehingga saat ini sekarang dimana-mana ada tanjak. Itu hasil pelatihan tahun lalu. IKM ini tumbuh dengan kesadaran sendiri. Dia buat sesuai kebutuhan pasar, setelah terbentuk maka kita bina legalitas industrinya," sebut Kepala Dinas perindustrian Provinsi Riau Asrizal.
Untuk di Riau ada 9.340 lebih IKM yang terus berkembang. Mereka (pemprov) melakukan lima pola pendekatan. Salah satunya adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB). 10 IKM bersatu menjadi satu wilayah atau sentra produksi.
Seperti sentra produksi Rumbio Steel di Kabupaten Kampar. Pada akhir Desember nanti mereka sudah memiliki SNI dengan dua produk unggulan dodos dan egrek. Produksi mereka tak main-main, 150 produk/hari mampu mereka hasilkan. Dari tempat ini 78 IKM pandai besi dibina secara mandiri.
Mimpi besar ini makin diperkuat dengan peningkatan potensi padat karya sejak duduk di bangku SMK. Kepala Dinas Pendidikan Riau Rudyanto mencatat khusus sektor ini mereka telah menggandeng dunia usaha serta dunia industri.
Salah satunya adalah SMKN 4 Pekanbaru. Sekolah ini memiliki tujuh jurusan seperti kria kreatif batik dan tekstil, kria kreatif kayu dan rotan, desain komunikasi visual, tata busana, bisnis dan konstruksi property, teknik dan komputer jaringan serta akuntansi keuangan dan lembaga diharapkan mampu mengangkat dunia usaha baru. Terutama wisata halal.
"Kalau namanya vokasi kita sudah melakukan kerja sama dengan dunia usaha dan industri. Dari Kementerian perindustrian sudah ditunjuk juga. Karena disini ada perusahaan yang akan membantu sekolah yang sama," sebutnya.
Sebanyak 39 SMK di Riau telah bekerjasama dengan berbagai macam industri di Riau. Salah satunya di sekolah yang sama dengan jurusan tenun (kria kreatif batik dan tekstil). Mereka bekerja sama dengan IKM tenun lokal. Salah satunya menerapkan sistem bapak angkat. Para tamatan kemudian di fasilitasi seperti alat, bahan dan mesin.
Daerah juga membanggakan turut membentuk peta jalur pendidikan vokasi. Namun untuk yang satu ini Kadisdik mengaku sedang menyusun peraturan dalam bentuk Surat Keputusan (SK). Setelah terbentuk diharapkannya akan terjalin jaringan antar lintas sektoral seperti perindustrian, pariwisata di koordinator oleh Dinas Pendidikan Provinsi.
Selain memiliki wisata kuliner, kerajinan, industri rumahan, menengah dan lainnya. Ada juga tempat wisata halal di Riau sayang untuk dilewatkan. Seperti Istana Siak Sri Inderapura, wisata pulau jemur, berselancar di sungai Kampar, Teluk Meranti, bersantai di wisata dakwah Desa Okura, Teluk Rhu Rupat, Pulau Beting Aceh, Air Terjun Pangkal Kapas, Pulau Jemur di Rokan Hilir dan masih banyak lagi.