Kapal VOC (Foto: Istimewa/VIVA.CO.ID)
RIAU1.COM - Terhitung sejak 31 Desember 1799, Maskapai dagang Hindia Timur alias Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dinyatakan pailit.
Utangnya mencapai 136,7 juta gulden yang dianggap sudah tak tertolong lagi. Seluruh aset diserahkan kepada Pemerintah Belanda dikutip dari tirto.id, Kamis, 31 Desember 2020.
Besarnya pengeluaran ditambah korupsi yang tak tertolong menjadi penyebab hancurnya perusahaan ini.
VOC di Indonesia sendiri menjalankan mandat dengan membeli murah rempah dari petani pribumi, lalu menjual dengan harga tinggi di Eropa.
Agar keuntungan semakin berlipat, mereka menerapkan politik belah bambu alias Devide et Impera. Serta diberikan hak oktroi seperti diizinkan mencetak mata uang sendiri, sampai diberi wewenang memungut pajak di daerah yang mereka kuasai.
Ditambah diberi kuasa untuk berhubungan diplomatik, membuat perjanjian dagang, memaklumkan perang, membuat perjanjian damai dan membangun angkatan perang sendiri.
Maskapai yang diberi mandat mengeksploitasi Indonesia itu mulai gonjang-ganjing di pergantian abad ke-19.
Anggaran pertahanan, dana pengawas, sampai biaya tambahaan lainnya di korupsi.
Belum lagi persaingan usaha, harus membagikan deviden, membuat beban VOC makin berat. Besar pasak daripada tiang. Pemasukan tidak sebanding dengan pengeluaran.
Monopoli VOC akhirnya gulung tikar. Sayang, bangkrutnya VOC tak mengurangi eksploitasi di Tanah Air, bahkan kolonialisasi pelan-pelan menjadi makin kuat.