Surya Paloh Sebut Jokowi dan Partai Sepakat Tak Ada PERPPU KPK, Ini Kata Moeldoko

4 Oktober 2019
Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi.

RIAU1.COM -  Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh, menyebutkan Presiden Jokowi dan Partai pendukungnya sepakat, tidak menerbitkan PERPPU KPK.


Menanggapi hal itu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko,  mengaku belum mengetahui secara pasti kebenaran kabar tersebut.

Menurutnya, hanya Jokowi dan petinggi partai politik yang mungkin lebih memahami perkembangan terbaru Perppu KPK.

 

"Saya belum bisa menjawab itu, karena enggak ikut mendengarkan," kata Moeldoko, seperti dilansir CNBC Indonesia, Jumat, 4 Oktober 2019.

Moeldoko juga buka suara mengenai sejumlah partai poltik yang dengan tegas menolak Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Menurutnya, Jokowi lah yang nantinya akan menentukan sendiri eksekusi rencana tersebut.

"Presiden itu banyak yang harus didengarkan. Ada partai politik, ada masyarakat lain, ada mahasiswa, ada berbagai elemen masyarakat," jelasnya.

"Maka sekali lagi bahwa presiden mendengarkan, mendengarkan dengan jernih, mendengarkan dengan cermat, agar nanti langkah ke yang terbaik," tegasnya.
 

Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Surya Paloh, buka-bukaan soal sikap partai pengusung dan Presiden Jokowi terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Surya Paloh menceritakan soal pertemuan beberapa petinggi partai pengusung dengan Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu.

Menurutnya, dalam pertemuan tersebut dibahas soal kesepakatan partai-partai pengusung pemerintah atas beberapa pikiran yang cukup kritis dan aksi mahasiswa untuk terbitkan Perppu KPK.

"Pikiran kita adalah karena sudah masuk sengketa di Mahkamah Konstitusi (M)K, ya salah juga. Kita tunggu dulu bagaimana proses MK menindaklanjuti gugatan itu. Jadi jelas, Presiden bersama Parpol pengusung sudah sama," ujarnya.

Ia menekankan lagi, artinya perjumpaan malam itu bulat menetapkan tak ada Perppu.

"Untuk sekarang tidak ada, Belum keluarkan Perppu. Kan masalahnya sudah di MK, kenapa kita harus keluarkan Perppu?"

Menurutnya jika proses MK berjalan dan presiden tetap dipaksa keluarkan Perppu sudah dipolitisir gerakannya. "Kita harus tanya ahli hukum negara, tapi sejumlah produk undang-undang yang tertunda itu tetap akan tertunda."

 

Soal langkah menerbitkan Perppu, lanjut Paloh, juga sangat relatif. Tidak semua, katanya, bisa mengatasnamakan diri sebagai masyarakat mengingat luas wilayah Indonesia dan banyaknya warga.

"Yang menjadi masyarakat kita kan bukan hanya sejumlah masyarakat yang bereaksi satu kelompok."

R1 Hee.