Caleg Partai Hanura Riau Paparkan 10 Aduan Pelanggaran yang Diduga Dilakukan KPU Kuansing

Caleg Partai Hanura Riau Paparkan 10 Aduan Pelanggaran yang Diduga Dilakukan KPU Kuansing

16 Juni 2019
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh para komisioner KPU Kabupaten Kuansing, Jumat (14/6/2019). Foto: Bawaslu Riau.

DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh para komisioner KPU Kabupaten Kuansing, Jumat (14/6/2019). Foto: Bawaslu Riau.

RIAU1.COM -Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Jumat (14/6/2019). Mereka dilaporkan oleh Suhardiman Amby, calon legislatif DPRD Provinsi Riau Daerah Pemilihan (Dapil) delapan dengan nomor urut satu dari Partai Hanura.

Dalam siaran persnya, Ketua Bawaslu Rusidi Rusdan, Minggu (16/6/2019), mengungkapkan, Suhardiman melaporkan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) ke DKPP. Ada sepuluh jenis aduan yang dilaporkan.

"Suhardiman membacakan sendiri aduannya dalam sidang tersebut," katanya.

Adapun aduan Suhardiman yaitu KPU Kabupaten Kuansing telah melakukan perubahan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) yang ketiga secara sepihak dalam rapat pleno tertutup Rapat tersebut tanpa dihadiri oleh partai politik peserta pemilu dan Bawaslu Kuansing. 

Aduan kedua, KPU Kabupaten Kuansing tidak cermat dalam menetapkan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Pasalnya, perbedaan angka pemilih dalam kategori DPTb ditemukan.

Aduan ketiga, KPU Kabupaten Kuansing melakukan kesalahan prosedur dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Aduan keempat, KPU Kuansing tidak cermat dalam melakukan pengaturan terhadap logistik Pemilu yang berakibat banyaknya TPS yang kekurangan surat suara.

Aduan kelima, KPU Kuansing melakukan pembiaran dan tidak memerintahkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di tingkat untuk menyerahkan Formulir model DAA1 kepada saksi dan Bawaslu Kabupaten Kuansing. Aduan keenam, KPU Kuansing tidak memberikan waktu dan ruang kepada saksi dalam menyampaikan keberatannya pada rapat pleno tingkat Kabupaten. 

Aduan ketujuh, salah satu anggota KPU tertidur saat pleno kabupaten berlangsung. Aduan kedelapan, KPU Kuansing tidak memberikan hak bicara kepada saksi partai politik peserta Pemilu.

"Bahkan, saksi yang telah diberi mandat diminta menunjukkan KTP. Saksi ini juga diusir keluar hanya karena terlambat hadir," ungkap Suhardiman.

Aduan kesembilan, salah satu anggota KPU Kuansing memiliki hubungan kekerabatan kakak adik dengan pengurus partai politik. Aduan kesepuluh, KPU Kabupaten Kuansing tidak bersedia mengakomodir permintaan saksi untuk membuka kotak suara.

"Padahal terdapat perbedaan atau selisih penghitungan suara dalam formulir C1, DAA1, dan DA1," sebut Suhardiman.

Sementara itu, pihak teradu yaitu para komisioner KPU Kuansing menyampaikan jawaban dengan membawa bukti-bukti versi mereka. Selain teradu, majelis pemeriksa dari DKPP juga menghadirkan ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Kuansing sebagai pihak terkait.

Sidang pemeriksaan yang dipimpin Alfitra Salam, anggota DKPP RI, dengan didampingi oleh tiga orang anggota majelis, Firdaus dari unsur KPU Provinsi Riau, Sri Rukmini dari unsur tokoh masyarakat, dan Gema Wahyu Adinata dari unsur Bawaslu Provinsi Riau.

Rencananya, delapan orang saksi akan dihadirkan Suhardiman. Namun sampai dengan sidang dimulai, saksi yang dapat dihadirkan Suhardiman sebanyak 4 orang.

"Kami akan sampaikan fakta-fakta yang didapatkan dalam persidangan hari ini ke Rapat Pleno DKPP RI di Jakarta. Putusannya paling lambat 28 Juni," jelasnya.