Panwaslu Kuala Lumpur Pastikan Surat Suara yang Dicoblos Asli Milik KPU

11 April 2019
Surat suara Caleg DPR dan Capres 01 Jokowi-Ma’ruf Amin yang tercoblos di Malaysia, Kamis.

Surat suara Caleg DPR dan Capres 01 Jokowi-Ma’ruf Amin yang tercoblos di Malaysia, Kamis.

RIAU1.COM - Banyak yang bertanya tanya apakah puluhan ribu surat suara Pilpres 2019 yang tercoblos di Malaysia itu asli milik KPU atau tidak. 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Kuala Lumpur (KL) Malaysia memastikan bahwa surat suara tercoblos yang ditemukan adalah surat suara asli milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Puluhan ribu surat suara tersebut ditemukan di dua tempat berbeda, di wilayah Sungai Tangkas dan Bandar Baru, Kajang, Malaysia.

 

"Itu merupakan surat (suara) resmi valid yang akan dikirim kepada calon pemilih yang menggunakan metode pos dan itu beralamat semuanya dan bernamakan WNI kita di wilayah yurisdiksi KBRI Kuala Lumpur," jelas Ketua Panwaslu Kuala Lumpur, Yaza Azzahra, saat diwawancarai oleh TV One, Kamis (11/4).

Yaza Azzahra menambahkan, adapun surat suara yang tercoblos cukup beragam.

Sampel yang diambil dilokasi pertama di sebuah gudang, lembar calon presiden dan wakil presiden yang tercoblos adalah untuk pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf Amin.

Untuk lembar legislatif DPR RI adalah DKI Jakarta daerah pemilihan 2 dan partainya adalah Partai Nasdem nomor urut 3.

Sementara di lokasi kedua, surat suara yang ditemukan di sebuah ruko, lembar calon presiden dan wakil presidennya tetap untuk nomor 01 Jokowi-Ma’ruf Amin. 

Kemudian lembar calon legislatif-nya adalah Partai Nasdem nomor urut 2 dan Partai Demokrat nomor 3.

"Jumlahnya di lokasi pertama itu sekitar 10-20 ribu surat suara, tapi yang tercoblos baru sekitar lima ribuan kalau yang di lokasi kedua yang sudah tercoblos lebih dari 10 ribu surat suara," ungkapnya.

Di lokasi kedua, menurut Azzahra, yang mencoblosi surat suara secara  ilegal adalah seorang Warga Negara Indonesia (WNI) sendiri.

Itu diketahui dari keterangan Sekber Satgas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang pertama melakukan penggerebekan.

Para pelaku mengaku diberi upah 50 sen ringgit per surat suara. Sayangnya, Azzahra sendiri tidak sempat menemui para pelaku, karena kabur terlebih dulu.

"Itu saja pengakuannya mereka disuruh dibayar 50 sen persatu surat suara. Saya kira mereka mengetahui kalau itu adalah tindakan ilegal," tutur Azzahra, seperti dilansir republika.co.id. 

Yaza Azzahra melanjutkan, para pelaku tidak memberitahukan siapa yang menyuruh dan mengupah mereka untuk mencoblos surat suara.

Kendati demikian, pihaknya tetap akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mencari siapa oknum yang menyuruh mereka.

Selain itu, Azzahra sudah mencari informasi terkait kepemilikan gudang di lokasi pertama kepada pihak kepolisian setempat.

Sementara itu Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mengatakan pihaknya belum bisa merespons pernyataan Bawaslu soal rekomendasi penundaan sementara pemungutan suara di Malaysia. Hingga saat ini, KPU mengaku belum mendapatkan surat resmi dari Bawaslu. 

"Kami belum bisa merespons pernyataan Bawsalu, karena sampai dengan saat ini, KPU belum mendapatkan surat secara resmi dari Bawaslu," ujar Wahyu ketika dihubungi, Kamis (11/4).

 

Menurutnya, KPU ingin mendapatkan informasi yang akurat terlebih dahulu. Sehingga, pihaknya untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan. 

"Informasi akurat menjadi dasar bagi KPU untuk mengambil langkah berikutnya. Jadi sebelum mendapatkan informasi data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan tentu kami belum bisa mengambil langkah berikutnya," tegas Wahyu.

R1/Hee