Salat Jumat Saat Waspada Corona, Wawako Pekanbaru Ikuti Arahan Majelis Ulama Indonesia

19 Maret 2020
Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi (tengah) bersama Kapolresta Nandang, Kajari Andi Suharlis, Kepala Dishub Yuliarso dan Asisten III Setdako Baharuddin di Pasar Limapuluh, Kamis (19/3/2020). Foto: Surya/Riau1.

Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi (tengah) bersama Kapolresta Nandang, Kajari Andi Suharlis, Kepala Dishub Yuliarso dan Asisten III Setdako Baharuddin di Pasar Limapuluh, Kamis (19/3/2020). Foto: Surya/Riau1.

RIAU1.COM -Pemko Pekanbaru akan mengikuti arahan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait salat Jumat. Sesuai arahan MUI, salat Jumat tetap digelar di wilayah yang penyebaran virus corona disease 2019 (Covid-19) dapat dikendalikan.

"Kalau salat Jumat, ikuti saja arahan MUI. Karena ini terkait ibadah, kita punya lembaga resmi," kata Wakil Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi di sela-sela sosialisasi antisipasi virus corona di Pasar Limapuluh, Kamis (19/3/2020).

Sehari sebelumnya, ia telah teleconference dengan Gubernur Riau Syamsuar membahas antisipasi penyebaran virus corona. Usai teleconference itu, Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru langsung rapat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dan MUI. 

"Kita ikuti arahannya (MUI). Sekali lagi, saya minta masyarakat tidak panik," pinta Ayat.

Informasi yang dihimpun Riau1.com, MUI mengajak seluruh umat muslim di Tanah Air untuk berikhtiar dan bersama-sama berkontribusi sesuai kompetensi masing-masing dalam menghadapi covid-19 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, MA dalam konferensi pers di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (18/3/2020).

"Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal ini menjadi bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams)," kata Asrorun Niam.

Selain itu, Niam juga menjelaskan tentang fatwa penyelenggaraan ibadah saat terjadi wabah covid-19 sebagai panduan keagamaan bagi masyarakat khususunya muslim di Indonesia untuk tetap melakukan ibadah sekaligus berkontribusi di dalam mencegah penyebaran covid-19 sementara untuk perlindungan kepada masyarakat secara umum.

Dalam kondisi seperti saat ini, menurut Niam adalah sangat penting meningkatkan ketaqwaan masing-masing individu agar bisa diselamatkan dari musibah ini.

Adapun fatwa 14/2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi pandemi COVID-19 terbagi menjadi sembilan poin.

Poin pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Poin kedua, orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya salat Jumat dapat diganti dengan salat Zuhur di tempat kediaman, karena salat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jemaah salat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.

Poin ketiga, yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yakni dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.

Selanjutnya dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Keempat, dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan salat Zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah saalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.

Kelima, dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat.

Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

Ketujuah, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.

Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19.

Kesembilan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram.