Wali murid saat memasang spanduk protes untuk Wali Kota Pekanbaru Firdaus di kompleks SDN 01, SDN 10, dan SDN 156, Jalan Ahmad Yani, Rabu (10/7/2019).
RIAU1.COM -Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru membantah bahwa SDN 156 akan dijadikan pasar. Di samping itu, SDN 156 tidak benar kekurangan lokal.
"Tidak benar kekurangan lokal. Sedangkan daya tampung untuk kompleks SDN tersebut kita siapkan tiga rombongan belajar," kata Kepala Disdik Kota Pekanbaru Abdul Jamal saat dihubungi, Rabu (10/7/2019).
Namun, hanya dua lokal yang terisi di SDN 156. Di samping itu, SDN 156 belum digabung ke SDN 10 dan SDN 01.
"Katanya SDN 156 dipakai untuk pasar, hal itu tidak benar. Saya tadi sudah memantau ke sana," ungkap Jamal.
Para SDN 01, SDN 10, dan SDN 156 masih dipimpin masing-masing kepala sekolah. Sedang mengenai adanya yang berada di luar kelas saat jam belajar, murid-murid tersebut bersekolah di SDN 01.
"Yang di luar tadi itu hanya (murid) SDN 01. Dimana, (mereka) biasa masuk siang karena ada kegiatan PLS (pendidikan luar sekolah)," ungkap Jamal.
PLS tersebut bergantian untuk murid kelas satu. Mulai besok, PLS sudah tidak ada lagi.
"Untuk besok, kelas satu sampai enam sudah belajar seperti biasa. Mereka terbagi dalam dua jadwal yaitu pagi dan siang," jelas Jamal.
Diberitakan sebelumnya, belasan wali murid SDN 10 Pekanbaru resah dengan kebijakan Pemko Pekanbaru yang akan menghapus sekolah ini. Dikabarkan, SDN 10 yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, tepatnya di samping Suzuya Supermarket, akan dijadikan pasar dan lahan parkir.
Ketua komite SDN 01 Pekanbaru Sofyal Alidin di sela-sela aksi protes tersebut, Rabu (10/7/2019), mengatakan, ia bersama wali murid mendapat kabar bahwa sekolah ini akan digabung dengan SDN 01. Kabar tersebut diperoleh baru-baru ini.
"Ketika dimulainya tahun ajaran baru. Kami menolak penggabungan sekolah. Karena kami berpendapat ada tujuan lain," ujarnya.
Jika penggabungan sekolah ini demi peningkatan sarana dan kualitas, tentu hal itu sangat didukung. Tapi berdasarkan pengalaman yang sudah ada, ternyata penggabungan sekolah ini hanya demi pengalihfungsian lahan dan bangunan.
Dengan kebijakan penggabungan (merger) ini, ada sebagian sekolah tidak bisa dipakai lagi. Dari tiga sekolah yang ada malah dijadikan satu.
"Dengan digabungnya menjadi satu, kapasitas sangat minim sekali dan merugikan anak didik kami," ucap Sofyal.
Dulunya, kawasan ini terdiri dari empat SD. Satu SD sudah diambil alih Pemko Pekanbaru dengan isu yang sama bahwa murid SD berkurang.
"Itu terjadi sekitar tiga tahun yang silam," imbuhnya.
Pengalihfungsian lahan sekolah tersebut tidak disosialisasikan kepada orang tua dan masyarakat. Tiba-tiba, lahan langsung dipagar dan SD itu dijadikan pasar.
"Seperti yang kita lihat sekarang, lahan itu tidak difungsikan dengan baik," ucap Sofyal.
Pada tahun ajaran baru, isu kembali berhembus mengenai penggabungan sekolah SDN 10 ke SDN 01. Karena, proses belajar mengajar di SDN 10 tidak maksimal. Informasi ini diperoleh dari para guru.
"SDN 156 dihilangkan dan SDN 10 dihapus. Setelah kami cari informasi, SDN 10 itu akan dijadikan fasilitas lain," ungkap Sofyal.
Kalau dilihat dari pengalaman masa lampau, SDN 156 dan SDN 10 kemungkinan akan dijadikan pasar lagi. Namun, informasi ini perlu divalidkan lagi.