Menuntut Kewajiban Moral UAS: Outlook Riau Dalam Kepemimpinan Bermarwah

15 Januari 2025
Zunnur Roin, Pembina/Founder GARIS (Jaga Riau Institut)

Zunnur Roin, Pembina/Founder GARIS (Jaga Riau Institut)

RIAU1.COM - Saya sempat berpendapat di salah satu media lokal, tentang bagaimana keterlibatan Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam Pilkada serentak tahun lalu. Yaitu soal keaktifannya mengampanyekan pasangan Abdul Wahid dan SF. Haryanto, yang akrab disebut pasangan calon Bermarwah. 

Pada pokoknya adalah, opini tersebut mengulas bagaimana UAS menempuh jalan politik dengan bekal pengetahuannya tentang hak dan bathil. Adalah pantas jika pikiran tersebut muncul, tatkala UAS populer sebagai pendakwah, menggeluti dunia pendidikan agama dari strata satu hingga meraih ijazah doktoral, lalu basis personalitas itu ia aktualisasikan secara praktis dan massif di ruang politik elektoral. 

Sederhananya, UAS memposisikan diri sebagai magnet untuk mempengaruhi pemilih, agar seirama dengan pilihannya. Hal tersebut ia lakukan secara terbuka di media sosial pribadinya, dan aktif bersafari politik dengan menginstrumentasikan agenda tabligh akbar. Alhasil, pasangan Bermarwah jauh unggul di bandingkan dua pasangan lainnya. Baik disebabkan UAS atau tidak, kemenangan pasangan Bermarwah tersebut mengindikasikan pengaruh kuat UAS. Nyatanya, UAS berhasil mewarnai dinamika politik Riau, dan variabel UAS menjadi catatan penting dalam mempengaruhi hasil politik elektoral Riau pada Pilgubri 2024 yang lalu.

Apakah kemudian UAS terlibat, melepaskan pengaruh dirinya atau ia nya justru di abaikan dalam kepemimpinan Bermarwah, hal tersebut akan menjadi spotlight politik Riau mendatang. Sedikitnya, masyarakat politik kita menanti kejujuran dan keluhuran ilmu agama UAS untuk mengawal kepemimpinan Bermarwah, dalam bentuk mendukung hal baik atau menyikapi kebatilan politik yang diputuskan dalam kebijakan Pemprov Riau mendatang. Sikap UAS akan menjadi secercah nilai pencerdasan politik bagi masyarakat Riau di satu sisi, atau menjadi catatan buruk dalam diskursus politik dan agama di sisi lainnya. Suka tidak suka, pada Pilgubri 2024 UAS telah pertaruhkan reputasi moralnya sebagai pendakwah, sehingga pantas pula ia pertanggungjawabkan. 

Syahdan, menyoal Riau kedepan, yang dikehendaki masyarakat banyak tentu bukanlah sesuatu yang batil. Keterpilihan Bermarwah merupakan hasil dari proses politik akar rumput yang menganggap perlunya kepemimpinan baru, dan menakhodai negeri Lancang Kuning ini dengan penuh bijaksana. Sejumlah 1.224.193 suara atau 44,31 % pemilih menaruh hati terhadap pasangan ini, untuk memimpin 6,7 juta warga Riau.

Kelak, visi misi pembangunan multisektoral yang di canangkan oleh pasangan Bermarwah akan berpadu padan dengan rencana pembangunan yang telah di wacanakan pemerintah sebelumnya. Hingga penyesuaian terhadap visi Nasional oleh Pemerintah Pusat juga tidak dapat di elakkan, Sebagai konsekuensi pemerintahan yang integral dalam tata kelola Pemerintah Republik Indonesia. Artinya, daya juang Pemerintah daerah akan berhadap-hadapan dengan dinamika politik dan birokrasi pusat. Lazimnya, keterampilan politisi dan birokrat lokal menjadi penting dalam mengorkestrasi kepentingan daerah dan kepentingan nasional sekaligus. 

Kita dapat menukil sudut pandang tersebut dari fakta yang telah terjadi. Bagaimana Riau menjadi lokus pemasukan Negara dari sektor Sumber Daya Alam, Namun kesejahteraan yang merata tetap ternafikkan, justru dibarengi dengan ancaman bencana ekologis. Di sektor Keuangan negara, Daerah betul-betul harus mampu memaklumi dinamika birokrasi keuangan Pusat yang sewaktu waktu dapat menghambat produktifitas kinerja daerah. Serta masih banyak sektor lain, yang menitik beratkan dominasi Pemerintah Pusat terhadap hubungannya dengan Pembangunan multidimensional oleh Pemerintah Daerah.

Selain itu, peristiwa hukum yang menimpa politisi dan birokrat Riau telah menumpuk catatan perkara Korupsi di berbagai bidang. Naif, Riau semacam menjadi laboratorium penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum. Hingga memunculkan spekulasi, bahwa Penegakan hukum di Riau menjadi sumber bagi statistik keadilan hukum, namun seolah jadi objek laten “permainan hukum” yang cenderung tebang pilih.

Segudang problematika masa lampau menjadi momok. Warga Riau betul-betul menginginkan suatu tatanan pengelolaan pemerintah yang berbasis pada ide dan gagasan pembaharuan, dilaksanakan oleh budaya birokrasi yang berdedikasi tinggi pada pelayanan publik, serta harkat dan martabat kemelayuan yang menjadi simbol budaya Riau dapat di adopsi sebagai prinsip perencanaan dan pelaksanaan kebijakan, sehingga Good Goverment and Good Governance itu tak lagi hayalan. Pandangan inilah yang jadi impian masyarakat Riau yang di normatifkan kedalam narasi kampanye para kandidat Pilgubri.

Pilgubri telah melahirkan pemimpin baru, hasil Pilgubri umpama wakaf bagi pasangan Bermarwah. Menatap Riau kedepan adalah buah karya kepemimpinan mereka. UAS hanyalah seorang warga negara biasa, tidak memiliki kewenangan praktis mengurus Pemerintahan, tapi menjadi bagian penting sebagai penyandang moral atas keterpilihan pasangan ini. Meskipun UAS memiliki prefensi politik, untuk melakukan maupun tidak melakukan hal yang diyakininya benar atau salah dalam mengawal Pemerintahan Bermarwah. Wallahu A’lam Bishhawab.


Oleh: Zunnur Roin
Pembina/Founder GARIS (Jaga Riau Institut)