Neni Nur Hayati
RIAU1.COM - Terlepas dari pro kontra terkait dengan pembahasan RUU Pemilu yang semakin menguat diantara fraksi-fraksi di DPR, Direktur Eksekutif Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati berpandangan bahwa dalam hal mengatasi berbagai permasalahan krusial dalam kepemiluan, RUU Pemilu menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan revisi karena terdapat banyak pasal yang harus dibenahi khususnya terkait dengan pengaturan mengenai keserentakan pemilu sebagaimana telah diputuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Dirinya juga menambahkan bahwa Pemilu 2019 semestinya menjadi pembelajaran yang sangat berharga, ratusan penyelenggara pemilu meninggal karena kelelahan. Ini menjadi momentum yang tepat untuk dibenahi dan dievaluasi. Selain itu, revisi UU Pemilu penting untuk melakukan pembenahan pada desain penyelenggara pemilu.
"Kita ketahui bahwa tiga lembaga penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu dan DKPP saat ini terlihat ada dalam egosentris masing-masing kelembagaan dan saling menegasikan. Oleh karenanya, harus ada kewenangan yang jelas antar
lembaga penyelenggara pemilu, jangan sampai kasus yang terjadi terus berulang. Itu harus diatur dalam revisi RUU Pemilu,"katanya lewat siaran persnya. Rabu 3 Februari 2021
Tidak terbayang juga, jika Pemilu nasional dan daerah digelar serentak di Tahun 2024, meski memang tidak dalam waktu yang sama, pilkada digelar pada tahun yang sama dengan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres). Pileg dan pilpres pada April 2024, sementara pilkada November 2024, tetapi hal ini tetap saja akan sangat menguras energi , sangat rumit dan kompleks dengan jeda waktu yang pendek. Belum lagi persiapan dan pengelolaan tata keola pemilu. Neni berpandangan bahwa terdapat aturan dalam beberapa pasal di UU Pemilu dan Pilkada yang sudah tidak kompatibel lagi untuk digunakan dalam pemilihan yang akan datang. Hal ini juga akan terjadi potensi tumpang tindih aturan dan tahapan.
Selain itu, ada juga banyak isu lain dalam RUU pemilu seperti keadilan pemilu (electoral justice), seperti upaya penekanan politik uang dan mahar politik yang terus terjadi tetapi sangat sulit untuk diproses. Disamping itu, ada juga menyangkut ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas raihan suara untuk diikutkan dalam penghitungan kursi parlemen (parliamentary threshold), metode konversi suara, sistem pemilu serta besaran kursi setiap daerah pemilihan (dapil).
Neni mengatakan DEEP akan terus mengawal RUU yang sudah masuk dalam prolegnas, harapannya dengan revisi RUU Pemilu akan memperbaiki kualitas kepemiluan. Bukan hanya untuk pemilu 2024 saja, melainkan juga untuk lima pemilu yang akan datang. Neni juga berharap bahwa pro kontra revisi RUU Pemilu jangan sampai hanya untuk kepentingan elite tertentu saja tapi harus memperhatikan kemaslahatan untuk masyarakat.