Kabinet Indonesia Maju, Wujudkan Prinsip Demokrasi Pancasila

24 Desember 2020
Idris Laena

Idris Laena

RIAU1.COM - Belum tuntas terjawab pertanyaan masyarakat ketika Presiden Joko Widodo mengangkat Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju, kembali pada 23 Desember 2020 lalu terjadi reshufle.

Sekali lagi Presiden Joko Widodo membuat kejutan dengan mengangkat dan nelantik nantan rivalnya pada Pilpres yang lalu, Sandiaga Salahudin Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sikap Presiden Jokowi maupun sikap Prabowo Subianto serta sikap Sandiaga Salahudin Uno, memang sulit untuk diterima, bayangkan, akibat rivalitas dalam Pemilihan Presiden 2019 yang lalu,hampir saja membelah bangsa ini. Bahkan istilah cebong dan kampret untuk menggambarkan pasangan Capres 01 dan Capres 02 bertebaran dimana-dimana.

Dalam pengamatan saya, sebagai mantan Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Maruf Amin di Provinsi Riau,Pilpres 2019 adalah Pemilu Presiden yang paling jeras yang pernah terjadi sejak pemilihan Presiden secara lansung dilaksanakan di Indonesia.

Akan tetapi, dengan bergabungnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno dalam pemerintahan,tanpa disadari bahwa pasangan Presiden Jokowidodo dan Wakil Presiden Maruf Amin telah mewujudkan prinsip yang paling hakiki dari Demokrasi Pancasila.

Sebetulnya, indikasi tekonsiliasi antara kedua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden sudah terlihat pada pelantikan Presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Oktober 2019 yang lalu, dimana Prabowo Subianto calon Presiden yang kalah dalam Pilpres 2019 tersebut dengan berbesar hati menghadiri acara pelantikan tersebut. Suatu momen yang langka, bahkan di negara demokrasi Liberal seperti Amerika Serikat sekalipun.

Sejatinya, demokrasi Pancasila memang menghendaki itu, dan tercermin pada sila keempat Pancasila yang berbunyi: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Yang artinya demokrasi pancasila lebih mengedepankan musyawarah dibandingkan pengambilan keputusan dengan cara suara terbanyak melalui perwakilan.

Karena itu, pelaksanaan lebih lanjut dari Pancasila, tercermin pada konstitusi kita sebagai hukum dasar, yakni sama sekali tidak mengenal adanya oposisi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru mengatur adanya pembagian kekuasaan baik untuk eksekutif,yudikatif, dan juga fungsi serta kedudukan legislatif.

Yang menarik, pada Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, ditegaskan bahwa kekuasaan hanya diberikan pada kekuasaan pemerintah negara melalui BAB III pasal 4 dan KEKUASAAN KEHAKIMAN melalui BAB IX Pasal 24. Adapun untuk MPR, DPR dan DPD hanya diatur tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangannya saja. Khusus untuk DPR, kekuasaan diberikan justru hanya untuk membentuk Undang-Undang.

Pertanyaan liar yang delalu muncul dipublik, bahwa jika tidak ada oposisi,lantas siapa yang mengontrol Pemerintah? Sesungguhnya pada BAB VII Pasal 20 A DPR itu memiliki fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan. Yang justru secara Konstitusi hak itu melekat pada setiap Anggota DPR. Artinya: Setiap Anggota DPR punya tanggung jawab untuk mengontrol Pemerintah.

Apalagi pada BAB VII A pada pasal 22 D, point 3 DPD juga dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang terutama mengenai Otonomi Daerah, Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daerah,dan lain-lain yang hasil Pengawasannya disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Karena itu, barangkali yang perlu diberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat Indonesia, bahwa Demokrasi Pancasila yang dianut di Indonesia sama sekali berbeda dengan Demokrasi di negara lain, baik yang menganut sistem parlementer maupun yang menganut sistem presidensil sekalipun.

Yang patut disyukuri, bahwa demokrasi pancasila sekali lagi membuktikan mampu tetap menjaga keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

 

Catatan Akhir Tahun

Oleh: IR.HM.Idris Laena, MH
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI