Menteri Bahlil Tuding IMF Dalang Menurunnya Lifting Minyak RI

12 Februari 2025
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia/Foto: Dok. YouTube Sekretariat Presiden

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia/Foto: Dok. YouTube Sekretariat Presiden

RIAU1.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menuding Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai dalang utama merosotnya lifting minyak. 

Pasalnya, dia menilai kebijakan yang direkomendasikan IMF telah berdampak buruk bagi industri minyak nasional.

Awalnya, Bahlil membandingkan kondisi produksi minyak RI pada 1996-1997 dengan saat ini. Pada periode tersebut, RI mampu memproduksi sekitar 1,6 juta barel minyak per hari (bph) dengan konsumsi hanya sekitar 600 ribu bph.

Sehingga RI masih dapat mengekspor sekitar 1 juta bph. Namun, kondisi tersebut berubah drastis seiring dengan adanya reformasi kala itu.

"Kemudian reformasi, seiring waktu berjalan banyak perubahan-perubahan yang kita lakukan termasuk rekomendasi IMF ketika kita mau dibantu waktu itu Dokternya ini IMF. Dokter ini ada salah-salah juga," kata Bahlil dalam acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2025, dikutip CNBCIndonesia.com, Rabu (12/2/2025).

Menurut Bahlil, salah satu kebijakan yang ia sesalkan adalah perubahan regulasi di sektor migas yang diinisiasi berdasarkan rekomendasi IMF. Adapun, perubahan berupa undang-undang migas ini berdampak pada tren penurunan lifting minyak nasional yang terus terjadi.

"Nah ini saya mau buktikan dokternya ini salah. Dia suruh kita untuk membuat, merubah undang-undang migas Apa yang terjadi trend lifting kita ke 1996-1997 itu menurun terus," ujarnya.

Bahlil menyebut bahwa lifting minyak nasional sejatinya sempat mengalami kenaikan pada 2008 seiring dimulainya produksi dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Namun, setelah mencapai puncaknya, lifting minyak RI terus mengalami penurunan hingga kini berada di bawah 600 ribu bph.

"Nah sekarang strateginya bagaimana agar meningkatkan lifting. Presiden Prabowo menargetkan kami dan beliau sudah canangkan agar di 2028-2029 lifting kita sudah harus mencapai 700.000 sampai 1 juta barel per day. Ini tantangan ini kerja keras," kata dia.*