Ilustrasi/Gendis.id
RIAU1.COM - Hari ini, tepat 96 Tahun 'terlahirnya' SUMPAH PEMUDA. Sebuah hari bersejarah di mana para pemuda Indonesia menyatakan ikrar sebagai "Janji Suci" persatuan di antara sesama anak bangsa. Dari segi usia, semestinya tidak lagi ada alasan untuk tidak dewasa menyikapi kenyataan.
Adalah suatu keniscayaan jika bangsa ini beragam dan Tuhan memang berkehendak demikian, baik dari segi budaya, ras dan suku, tidak terkecuali keyakinan (baca; agama)--yang sejatinya merupakan aset bersama dengan tiada ternilai harganya.
Namun demikian, berbekal kecerdasan pikiran yang didasarkan pada suara nurani dengan diiringi bacaan jauh ke depan (visioner), "Janji Suci" itu tidak sama sekali menyediakan ruang tentang perbedaan & pembedaan, melainkan semangat persatuan yang secara esensi diwakili oleh tiga terma di dalamnya; Ber-Tanah Air, Ber-Bangsa dan Ber-Bahasa dengan satu nama "INDONESIA".
Peringatan akan momentum bersejarah tentu bukan sekadar dikehendakinya ucapan yang disuarakan sepintas lalu atau basa basi tanpa kesan dan hampa pelajaran.
Adapun sebagai bangsa dengan tidak sedikitnya pesan mulia _Founding Persons_ nya yang antara lain adalah dengan tidak mudah melupakan sejarah (Jas Merah) sebagaimana menjadi ungkapan fenomenal Sang Proklamator, Bung Karno, maka intisari ikrar suci mesti senantiasa ditilik kembali maknanya.
Seperti telah dikemukakan di depan, SUMPAH PEMUDA adalah sebentuk pandangan hidup (worldview) yang disepakati (konsensus) seluruh komponen anak negeri di mana segala bentuk tindakan ke-aku-an tidak dibenarkan keberadaan (eksistensi) nya.
Pada saat yang sama, pemahaman utuh atasnya diyakini mampu membungkam bahkan mengubur isu SARA yang kian hari semakin meninggi, juga melelahkan serta membuang energi secara percuma. Sementara, masih terlalu banyak PR untuk seharusnya diselesaikan bersama.
Mari kembali merenungkan hakikat SUMPAH PEMUDA dengan akal sehat dan kesucian nurani demi harga diri (martabat) Ibu Pertiwi. Menjadi pemuda yang berpegang teguh atas SUMPAH, bukan malah menjadi SAMPAH bagi sejarah bangsanya sendiri.*
Oleh: Andi Saputra
Aktivis Muda Riau