Komite Keselamatan Jurnalis Kecam Upaya Pembubaran Diskusi Publik, Usut Pelakunya

10 Maret 2023
Gangguan diskusi

Gangguan diskusi

RIAU1.COM -

 

Komite Keselamatan Jurnalis mengecam upaya paksa untuk membubarkan diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Orang Utan Tapanuli dan Ekosistem Batang Toru' oleh sekelompok orang tidak dikenal di suatu kafe diwilayah Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/3) siang.

Diskusi ini digelar oleh Satya Bumi, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) dan sejumlah organisasi sosial masyarakat.
Sekitar pukul 10.30 WIB, saat diskusi akan dimulai, tiba-tiba empat orang tak dikenal datang ke lokasi acaram. Kemudian salah seorang diantaranya marah-marah dengan nada membentak menyuruh diskusi dibubarkan. Panitia berupaya menenangkan, namun yang bersangkutan tetap berkeras agar diskusi tidak dilanjutkan dan melabrak sebuah kursi secara emosional. 

Tanpa menyebut identitas dan asal institusinya, pria tersebut mengaku dari Salemba, Jakarta Pusat. Ketegangan ini berlangsung sekitar 15 menit dan akhirnya mulai mereda setelah panitia membawa pria yang bersangkutan ke lantai bawah untuk berdialog dan menjelaskan konteks acaranya. Pelaku sempat tidak terima dan akhirnya panitia memanggil petugas keamanan. Hingga pukul 12.00 WIB diskusi tetap berlangsung.

“Upaya membubarkan diskusi secara paksa ini jelas melanggar hak kebebasan berekspresi dan berkumpul dengan damai, yang sudah dilindungi dalam UUD Ri 1945 Pasal 28. Siapapun harus menjunjung tinggi hak-hak tersebut,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis, Erick Tanjung.  

“Maka kami mendukung aksi sekelompok orang itu dilaporkan ke polisi untuk diproses secara hukum. Karena kami melihat aksi intimidasi dan ancaman ini akan terulang lagi bila dibiarkan. Bukt-bukti sudah ada dan terlihat jelas dalam rekaman video. Maka harus ditelusuri apakah insiden itu merupakan aksi spontan individual atau sudah direncanakan dan siapa dalangnya,” lanjut Erick.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) memandang bahwa acara diskusi semacam ini tidak boleh diganggu apalagi sampai dibubarkan paksa, mengingat betapa pentingnya topik yang dibicarakan.

Diskusi tentang Orang Utan Tapanuli ini merupakan respons atas liputan kolaborasi lima media massa nasional beberapa waktu lalu yang mengangkat masalah ancaman Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada bentang alam Batang Toru, Sumatera Utara. Sejumlah permasalahan proyek diungkap dalam liputan kolaborasi tersebut. 

Selain ancaman terhadap kawasan dan habitat Orang Utan, PLTA juga dibangun diatas kawasan yang dinilai merupakan sesar bencana. Sudah banyak kejadian bencana longsor menewaskan korban jiwa manusia, termasuk para pekerja di kawasan tersebut.

Selain itu, proyek PLTA yang diklaim untuk menghadirkan energi bersih ini juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Proyek dinilai berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

Maka diskusi publik yang merespons liputan kolaborasi media massa itu seharusnya tidak disikapi dengan tindakan atau upaya pembubaran.
Untuk itu, KKJ mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai diskusi hasil liputan jurnalistik sebagai bagian dari kebebasan pers di Indonesia.

Bila ada yang merasa keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab ke media.
Sebagaimana peraturan tentang hak jawab diatur pada  Pasal 1, Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 15 Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers.

Untuk diketahui bersama, bahwa Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dideklarasikan di Jakarta pada tanggal 5 April 2019.
Komite beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, antara lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Terbentuknya Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) secara khusus bertujuan untuk mengadvokasi kasus kekerasan terhadap jurnalis. (yuzwa/rilis)