
Ilustrasi/Antara
RIAU1.COM - Ekonom Indef, Bhima Yudisthira, menilai Indonesia perlu melakukan perubahan regulasi untuk menghapus diskriminasi usia dalam proses rekrutmen kerja. Pernyataan ini disampaikan setelah banyak keluhan terkait pelamar kerja yang dianggap terlalu tua saat memasuki usia 30 tahun.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi sangat besar, kerap menyaksikan iklan lowongan kerja yang hanya terbuka untuk pelamar berusia maksimal 28 tahun.
Menurut analisis Bhima, sudah saatnya proses rekrutmen di Indonesia menjadi lebih inklusif, terutama untuk mengantisipasi gelombang PHK besar-besaran akibat memburuknya perang dagang Amerika Serikat-China, yang berpotensi memukul sektor tekstil dan alas kaki.
"Pembatasan usia dalam rekrutmen adalah persoalan serius. Banyak pekerja korban PHK kesulitan mencari pekerjaan formal karena diskriminasi usia. Oleh karena itu, regulasi harus diubah, bahkan bila perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003," ujar Bhima kepada The Jakarta Globe, Senin (29/4/2025) yang dimuat Beritasatu.com.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Agustus 2024, Indonesia memiliki 152 juta angkatan kerja, termasuk mereka yang masih menganggur. Dari jumlah tersebut, lebih dari 34 juta berusia 30-an, sekitar 33 juta berusia 40–49 tahun, dan sekitar 25 juta berusia 50-an.
Tahun lalu, Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003 terkait diskriminasi usia. Bhima menambahkan bahwa Indonesia sebaiknya mencontoh negara lain yang menerapkan sanksi tegas terhadap pemberi kerja yang melakukan diskriminasi.
"Contohnya di Vietnam, perusahaan yang mendiskriminasi kandidat berdasarkan usia atau gender didenda sekitar Rp 6 juta per pelanggaran. Jika ada 100 pelanggaran, denda bisa mencapai Rp 600 juta. Sanksi tegas seperti ini diperlukan agar pekerja berpengalaman yang terkena PHK bisa lebih mudah diterima di perusahaan lain," jelas Bhima.
Presiden AS Donald Trump memulai perang dagang dengan memberlakukan tarif impor 32% terhadap barang asal Indonesia, yang efektif diberlakukan mulai awal Juli. Kenaikan tarif ini dapat membuat produk Indonesia lebih mahal di pasar AS, sehingga berpotensi menurunkan ekspor dan mendorong perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.
Menanggapi situasi ini, pemerintah berencana membentuk satuan tugas khusus untuk menghubungkan pekerja yang terkena PHK dengan peluang kerja baru. Selain itu, DPR RI juga membentuk tim untuk membahas perubahan regulasi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mengajukan sejumlah rekomendasi yang mencakup isu jam kerja hingga PHK. Adanya diskriminasi usia dikhawatirkan mempersulit para pekerja yang terdampak PHK massal untuk mendapatkan kerja, seiring memburuknya situasi ekonomi akhir-akhir ini.*