![Ilustrasi/Antara](https://www.riau1.com/assets/2025/02/09/1739115206-anggaran-program-mbg-diusulkan-dikelola-keluarga-penerima-manfaat.jpeg)
Ilustrasi/Antara
RIAU1.COM - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memberikan rekomendasinya terhadap program Makan Bergizi Gratis atau MBG setelah sebulan program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu berjalan.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan program MBG ialah dengan skema bantuan tunai bersyarat atau conditional cash transfer (CCT).
Ia menerangkan, pemerintah dapat secara langsung mengalokasikan anggaran MBG yang dipatok seporsi sejumlah Rp 10 ribu kepada keluarga penerima manfaat. “Model ini menawarkan keleluasaan bagi keluarga untuk memenuhi kebutuhan paling mendesak, sekaligus memangkas kompleksitas logistik dan menekan potensi kebocoran dalam distribusi massal,” kata Riefky dalam analisis makroekonomi ‘Indonesia Economic Outlook Q1-2025’, dikutip Tempo, pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Rinciannya, pemerintah memberikan bantuan tunai bersyarat senilai Rp 200.000 per bulan untuk setiap anak. Angka tersebut setara dengan anggaran Rp 10 ribu per porsi dikalikan 20 hari sekolah.
Namun demikian, Riefky mengakui pendekatan CCT itu juga memiliki kelemahan. Salah satunya, terdapat risiko penggunaan dana untuk belanja non-prioritas, sehingga menghambat tujuan awal untuk meningkatkan gizi anak.
“Tanpa pedoman yang jelas, misalnya keharusan bukti kehadiran di sekolah atau pembelian makanan sehat, penerima mungkin tidak menggunakan bantuan dengan tepat,” ujar dia. Oleh sebab itu, Riefky menilai mekanisme pemantauan dan penegakan yang kuat diperlukan apabila pemerintah mengambil opsi CCT.
Riefky mengatakan, program MBG memiliki proses yang berlapis lantaran dititikberatkan pada logisitik, mulai dari pengadaan, pengolahan, hingga distribusi. Sementara proses logistik itu juga melibatkan sejumlah pihak seperti petani, koperasi, pelaku usaha lokal, dan instansi pemerintah.
“Tanpa pengawasan yang ketat, proses berlapis semacam ini rentan terhadap inefisiensi anggaran maupun potensi penyelewengan,” ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Maria Yohana Esti Wijayati juga mengusulkan hal yang serupa. Ia menyarankan dana makan bergizi yang dipatok sebesar Rp 10 ribu per porsi itu dikelola oleh keluarga penerima manfaat.
"Mungkin Rp 10 ribu itu diberikan kepada keluarganya. Tapi catatannya keluarga ini atau orang tuanya harus memberikan bekal bergizi," kata Maria saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 6 Februari 2025.
Maria menilai hal itu secara tidak langsung bisa mengefisiensikan pengeluaran anggaran dan waktu perihal distribusinya. Selain itu, menurut dia, makanan yang diproduksi oleh orang tua lebih punya kualitas dan kaya gizi, dibandingkan sajian yang dimasak di dapur satuan pelayanan.
Program prioritas Prabowo ini telah berjalan sejak Senin, 6 Januari 2025. Adapun per Februari ini, Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan jumlah penerima manfaat program makan bergizi gratis bertambah seiring meningkatnya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai dapur untuk menyiapkan menu makanan.
"Hari ini sudah mencakup 245 satuan pelayanan pemenuhan gizi, mencakup 730 ribu penerima manfaat di 34 provinsi," ujar Dadan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, usai melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, pada Senin malam, 3 Februari 2025.*