Ketua Grup Kerja Sama Bilateral Indonesia-Palestina, Dr Syahrul Aidi Maazat
RIAU1.COM - Wartawan Al Jazeera, Shireen Abu Akleh (51) ditembak mati dalam serangan Israel di Tepi Barat, Rabu (11/5/2022).
Melihat kebiadaban tentara Israel tersebut, Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) Indonesia-Palestina, Dr Syahrul Aidi Maazat mengutuk pembunuhan atas wartawan yang sedang menjalankan tugasnya tersebut.
"Israel makin arogan dengan bekingan dia yang kuat. Jangankan dengan warga Palestina tak berdosa, dengan wartawan yang termasuk kepada komponen kemanusiaan yang harus dilindungi di medan perang selain petugas kesehatan berani mereka bunuh. Sangat biadab." tegas Syahrul Aidi, Kamis 12 Mei 2022.
Dia menyampaikan, bahwasanya posisi wartawan menjadi penting menjadi koresponden yang netral dalam menyampaikan kenyataan konflik di lapangan
"Keberadaan wartawan saat ini memiliki peran penting sebagai mata dan telinga dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan menegaskan hak asasi manusia, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,dan seimbang. Sudah seharusnyalah wartawan harus dilindungi sepenuh hati" papar dia.
Dia juga meminta PBB menelusuri kejadian itu dan memberikan sanksi hukum yang jelas kepada Israel. Apalagi, katanya perlindungan terhadap wartawan jelas telah disebutkan dalam konvensi Jenewa harus dilindungi dari serangan kedua belah pihak.
"Wartawan adalah entitas penting yang wajib dilindungi hukum humaniter dalam pasal 13 konvensi Konvensi IV Den Haag 1907 tentang Penghormatan Hukum-hukum Perang serta Kebiasaan Perang dan Pasal 4 Konvensi Jenewa 1949 tentang tentang Perlakuan terhadap Tawanan Perang. Wartawan adalah non kombatan (sipil) sebagai "war correspondent dan reporter" yang menjalankan tugasnya bukan sebagai kombatan yang sedang berperang. Sehingga telah terjadi pelanggaran HAM disini. Oleh karenanya kita minta kepada Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi dan penyelidikan yang pada akhirnya bisa menyeret israel ke Mahkamah Pidana Internasional" ujar dia.
"Saat melakukan peliputan, sang wartawan yang berdarah Palestina-Amerika, mengenakan rompi pers yang dengan jelas menandainya sebagai seorang jurnalis saat meliput di kota Jenin," demikian Syahrul Aidi***