Ilustrasi (Foto: Istimewa/internet)
RIAU1.COM - Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr.Berlian Idris Sp.JP(K), FIHA, MPH, DSc dengan tegas menolak Omnibus law RUU Cipta Kerja yang telah resmi disahkan di rapat paripurna DPR kemarin.
Penolakan ini disampaikannya melalui akun media sosial Twitter miliknya @berlianidris, Selasa, 6 Oktober 2020.
Dia menolak lantaran tenaga kesehatan juga akan terkena imbas dari RUU Cipta Kerja tersebut. Itu lantaran dia menganggap dokter dan lainnya masuk dalam kategori buruh di dunia tenaga kerja.
" Saya buruh di RS tempat saya bekerja. Setiap buruh pasti terdampak UU Cipta Kerja. #tolakomnisbuslaw," tulisnya.
Netizen yang mengikuti akun media sosial Twitter miliknya kebanyakan menyetujui cuitannya itu. Bahkan diantaranya memuji komentarnya karena tak malu mengakui bahwa dirinya adalah buruh.
" Agree. Selama msh terima gaji bulanan dr tempat kita bekerja, kita adalah Buruh. Setiap buruh pasti terdampak UU cilaka," tulis akun @SbastianHakim.
" Setuju, selama masih bekerja dengan orang intinya tetap buruh. Buruh pada bidangnya masing2," tulis @roticoklatt_.
" Selama tangan masih dibawah, apapun pangkatnya, berapapun gajinya, tetaplah BURUH!!!," jelas @ArekBetek.
Dikutip dari tirto.id, Pasal yang bermasalah tentang ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja diantarannya adalah Pasar 77A.
Pasal ini memungkinkan peningkatan waktu kerja lembur untuk sektor tertentu. Pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu.
Kemudian Pasal 88C. RUU Cipta Kerja juga menambahkan pasal 88C yang menghapuskan upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) sebagai dasar upah minimum pekerja.
Hal ini dapat menyebabkan pengenaan upah minimum yang dipukul rata di semua kota dan kabupaten, terlepas dari perbedaan biaya hidup setiap daerah.
Lalu Pasal 88D. Dalam RUU Cipta Kerja, tingkat inflasi tidak lagi menjadi pertimbangan dalam menetapkan upah minimum.
Berlanjut ke Pasal 91. Pasal 91 dari UU Ketenagakerjaan dihapus. Pasal ini memuat tentang kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja dengan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian Pasal 93. Ayat 2 RUU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan cuti yang tertuang dalam pasal 93 ayat 2 UU Ketenagakerjaan. RUU ini menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan (a).