Penerimaan Negara Turun Drastis, Jokowi Peras Rakyat Lewat Iuran BPJS

15 Mei 2020
BPJS naik/net

BPJS naik/net

RIAU1.COM -JAKARTA-Naiknya iuran kesehatan BPJS ditengah pandemi dikarenakan negara dalam kesulitan. Hal ini diungkapkan  Pelaksana Tugas Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan.

Kenaikan iuran ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini terbit tak lama usai Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS dalam aturan sebelumnya.

"Kita lihat bahwa negara kita juga dalam situasi sulit kan. Artinya penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita yang penting dalam situasi ini," ujar Abet saat memberikan keterangan kepada wartawan, Kamis (14/5).

Abet mengatakan bahwa kenaikan iuran ini juga menjadi upaya perbaikan layanan BPJS Kesehatan. Ia enggan jika kemudian iuran tak naik namun masyarakat masih mempermasalahkan defisit BPJS Kesehatan yang diprediksi mencapai Rp15,5 triliun pada tahun 2020.

"Ini opini saya, jangan sampai kita mempertahankan (iuran) yang lama tapi terus ada keributan defisit. Dibayar atau enggak yang akhirnya justru memperlambat kita dalam proses-proses penyelesaian tanggung jawab ke rumah sakit," ucap Abet.

Di sisi lain, kenaikan iuran ini juga didasarkan pada pertimbangan keberlanjutan nasib BPJS Kesehatan.

Abet memastikan kenaikan iuran telah dihitung dengan kajian matang dan pertimbangan keberlanjutan BPJS Kesehatan. "Makanya dari Kemenkeu juga sudah memperhitungkan ability to pay (kemampuan) dalam melakukan pembayaran," katanya.

Abet menegaskan bahwa Perpres yang mengatur kembali tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu tak bertentangan dengan putusan MA. Sebab, pemerintah tetap mensubsidi peserta BPJS Kesehatan kelas III meski iuran bagi mereka tetap naik pada 2021.

"Penyesuaian dilakukan pemerintah dengan membantu iuran bagi kelas III. (Tahun depan naik) tapi orang diberi kebebasan pindah. Dari dua ke satu, satu ke dua, terus ke tiga artinya menunjukkan situasi ada kebutuhan-kebutuhan itu," katanya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya resmi menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan setelah sempat dibatalkan oleh MA.

Perpres ini dikritik lantaran Jokowi dinilai tak memahami kondisi masyarakat yang tengah kesulitan di tengah pandemi corona. Selain itu, Jokowi juga dinilai membangkang terhadap hukum karena mengabaikan putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran sebelumnya. 

Apa yang dikatakan Abet sejalan dengan yang diprediksi Pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Margarito berpendapat, diam-diamnya Presiden Joko Widodo menaikan iuran BPJS Kesehatan menandakan bahwa negara sudah tidak punya uang alias bokek.

“Jadi mungkin menandakan bangsa ini sudah tidak punya duit, sehingga hanya rakyat yang bisa diperas,” kata Margarito saat dibungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (14/5).

 
Karena menurut Margarito, saat ini cukup sulit mencari hutang ditengah situasi pandemik virus corona baru atau Covid-19. Disisi lain, keputusan menaikan iuran BPJS padahal sebelumnya sudah ada keputusan Mahkamah Agung, memperlihatkan Jokowi tak memahami konstitusi.

“Atau semua kebijakan tidak berada dalam konstitusi,” sindir Margarito.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan lagi nyaris 2 kali lipat dari posisi saat ini.

Keputusan ini dilakukan tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.(Gelora/Rmol)