Ilustrasi [Foto: Istimewa/internet]
RIAU1.COM - Jatuhnya pesawat B737-300 Garuda Indonesia penerbangan GA421 menggegerkan nusantara waktu itu. Penyebabnya karena pesawat memasuki awan berisi hujan, 16 Januari 2002.
Terjadi ketika pesawat memasiki 90 detik pertama lalu turun ke ketinggian 18.000 kaki. Garuda dihadapkan dengan kondisi mesin dalam posisi idle, kedua mesin tiba-tiba mati dan kehilangan daya dorong dinukil dari kompas.com, Jumat, 17 Januari 2020.
Pesawat yang dipiloti oleh Kapten Abdul Rozak itu mencoba untuk menghidupkan unit daya cadangan untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi gagal.
Ketika pesawat sampai di ketinggian 8.000 kaki kedua mesin belum berhasil di-restart. Pilot melihat alur anak sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk melakukan pendaratan.
Pesawat pun melakukan ditching tanpa mengeluarkan roda pendaratan maupun menjulurkan sayap.
Pesawat rute Lombok - Yogyakarta itu membawa 54 penumpang dan 6 kru. Seluruh penumpang selamat, tetapi seorang kru awak kabin ditemukan tewas.
Dari rekaman suara kokpit dan melihat kerusakan di hidung dan mesin pesawat, disimpulkan awan badai yang ditembus GA421 kala itu bukan hanya berisi hujan saja, melainkan juga butiran-butiran es.
Laporan menyebut air dan es tersebut memiliki kepadatan yang tidak bisa ditoleransi lagi oleh mesin saat kondisi idle, sehingga mesin tidak bisa dinyalakan ulang.