Ilustrasi [Foto: Istimewa/internet]
RIAU1.COM - Pada masa pemerintahaan Raja Airlangga sang penguasa Kahuripan pada 1019-1042, terjangan banjir pernah memporak-porandakan wilayah kekuasaannya.
Sungai Brantas saat itu menjebol tanggul di Waringin Sapta. Hasilnya tanah pertanian, lalu lintas sungai, desa-desa, bangunan-bangunan suci dan pertapaan-pertapaan porak-poranda akibat terjangan banjir.
Melihat pusat kerajaannya rawan banjir Airlangga pun mengambil dua cara yaitu membangun bendungan yang mampu menahan air banjir dari Kali Brantas dan memecah aliran sungai menjadi beberapa cabang.
Airlangga langsung turun tangan memerintahkan semua penduduk untuk bekerja bakti membangun bendungan. Ketika selesai, luapan air terhenti. Aliran bengawan dipecah menjadi tiga lalu mengalir ke utara.
Untuk urusan pemeliharaan, penduduk Desa Kamalagyan diperintahkan untuk bertempat tinggal di tepi bangunan di Waringin Sapta.
Tugas mereka mengawasi semua orang yang hendak mengancam keselamatan bendungan itu.
Sebagai gantinya, raja mengurangi beberapa macam pajak untuk kepentingan peneliharaan bendungan di Waringin Sapta.