Ini Kata Said Didu Ketika Menteri Keuangan Bahas Radikalisme

20 Desember 2019
Ilustrasi [Foto: Istimewa/internet]

Ilustrasi [Foto: Istimewa/internet]

RIAU1.COM - Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu mempersoalkan Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas radikalisme di Indonesia.

Pernyataanya itu diutarakannya melalui akun media sosial Twitter miliknya, Jumat, 20 Desember 2019.

" Setelah Ibu Sri Mulyani sdh bisa menjadi penilai siapa2 yg terpapar radikal," sebutnya.

Alasan dia mempersoalkan karena Sri Mulyani dinilai tak memiliki kemampuan terkait persoalan tersebut. Apa lagi membahasnya didepan publik.

" Pdhl beliau setahu saya bukan ahli agama atau ahli radikalisme. Kita mungkin sudah mulai bisa meraba siapa yg punya agenda jualan isu radikalisme di Indonesia," jelasnya.

Ini perkataan Sri Mulyani saat menceritakan pengalamannya saat menjadi pembicara dalam Temu Kebangsaan bertajuk Merawat Semangat Hidup Berbangsa dan menangani pegawai Kemenkeu yang eksklusif agar tak menjadi radikal dinukil dari liputan6.com.

Saya kembali ke Indonesia tahun 2016 dan masih dalam suasana yang sibuk mengembalikan APBN berfungsi. Namun menjelang, mendekati Pemilu dan setelah saya kembalipun, saya mengobservasi Kemenkeu yang telah saya tinggalkan 6 tahun. Ada ketegangan di bawah permukaaan.

Kelihatan jajaran saya visibly, lebih terlihat religiusitasnya. Jadi ketika meeting ada azan salat, langsung berbondong-bondong. Dan tentu saja dari sisi cara berbaju kelihatan oleh Pak Menag. Ini masalah sensitif dan ini akan saya sampaikan bahwa ini menjadi conversation di dalam internal Kemenkeu.

Jadi appearence atau penampilan yang menunjukkan indentitas, kebetulan kalau yang beragama Islam, itu dalam bentuk jenggot dan celana cingkrang. Dan juga bahkan untuk beberapa interaksinya menjadi eksklusif, terkotak. Kita merasakan betul. Tapi juga ada ketegangan. Jadi implementasi religiusitas di dalam birokrasi tidak menimbulkan ketenangan, malah ada di bawah permukaan suatu ketegangan. Dan suasana itu saat menjelang pemilu semakin mengeras. Karena adanya polarisasi dalam Pemilu.

Sehingga kami di kemenkeu, yang 87.000 orang ini harus betul-betul. Karena secara UU, RI ini kita sudah sepakat untuk demokrasi. Demokrasi itu berarti memberikan hak kemerdekaan untuk setiap individu mengekspresikan dirinya. Tapi di sisi lain, memiliki kesepakatan untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Itu suatu tension yang terlihat sekali struggle. Suatu pergolakan perjuangan di antara kita sendiri. Baik secara pribadi maupun institusi. Ini sesuatu yang harus direkonsiliasi.

Yang kedua, ASN by law harus netral. Nah mengimplementasi netralitas pada Pemilu dan di sisi lain mereka masing-masing punya preference politik. Itu seperti apa? Itu juga jadi sesuatu yang harus dibicarakan. Bisa saja saya sebagai Menkeu bilang kamu netral, tapi konkretnya apa? Isu kemenkeu kadang-kadang tidak netal secara politik karena isu keuangan negara jadi poin salah satu kandidat untuk bertarung.

Masalah pajak, utang, masalah macam-macam policynya. Lalu netralnya gimana? Kita sedang menjalankan UU APBN, itu sesuatu kompleksitas yang orang lain tidak terlalu nyata, bagi kami itu nyata. Di dalam konteks inilah dialog atau percakapan di dalam internal kemenkeu antar ASN, birokrasi, itu menjadi sangat penting.

Rasanya untuk isu seperti ini, value, karakter, sikap, tidak bisa hanya satu pidato. Harus ada conversation (pembicaraan). Bagaimana memulai conversation, memulai motivasi sebagai institusi. Jadi dikembalikan lagi logical science nya.

RI itu lahir tidak ujuk-ujuk, ada suatu proses. Hampir semua proses di awal UUD 45. Setiap upacara di kemenkeu, UU itu selalu dibaca di upacara, mengingatkan kembali siapa kita sebagai Indonesia dan kenapa Indonesia dilahirkan.

Saya kolonial, saking lama hidup dan menuju ke mana, tapi gak juga. Kadang rada sepuh itu tidak tahu ke mana dan kenapa dia lahir. Sama dalam menjalankan RI ini. Ide dasar awal kemerdekaan, dengarkan dan resapi. Resapi RI itu beda dan perjuangan pergerakan RI telah sampai lah di gerbang pintu. Menggunakan kata-kata itu waktu para pendiri bangsa memproklamirkan dan akan terus estafet dari gerbang pintu.

Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Saya sering di awal pidato, dalam keuangan negara, yang dulu totally miskin, tapi mereka punya ide besar, ikut menerbitkan dunia, dalam menjalankan prinsip-prinsip luar biasa. Amazinggg.

Saya sebagai Kemenkeu, bulu kuduk saya merinding. Vision itu bisa lahir dan itu anugerah untuk RI. Take for a granted for read saja, ini titipan cita-cita dan harapan pendiri bangsa. Motivasional ini saya tekankan.

Bendahara negara dengan tadi cita-cita besar, relevansinya what kind birocracy yang berikrar sebagai institusi kemenkeu. Mengkonek RI dan fungsi sebagai bendahara negara.

Mungkin salah satu pelantikan pidato saya cukul viral dan setiap pelantikan, waktu recruitment ASN baru dari STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) atau dari umum, ikrar menyampaikan janji, disumpah. Baca sumpah itu bukan untuk saya. Mereka di atas kitab suci masing-masing untuk disumpah. Setia untuk menjaga Pancasila dan UUD dan bersumpah tidak akan korupsi dan lain-lain.