Eks Kabais: Jangan Terjebak Diksi Radikalisme, Periksa Lagi Peredaran Bahan Peledak
Sepeda motor milik terduga pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan dipasangi garis polisi
RIAU1.COM - Pasca aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumut, Rabu 13 November 2019 kemarin, mantan Kepala BAIS, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponton menyatakan perlu memeriksa kembali sistem peredaran bahan peledak.
"Seharusnya ada kontrol, kan ada undang-undang bahan peledak, tapi apakah pelaksanaannya itu berjalan atau tidak, saya tidak tahu," ucap Soleman, dilansir Republika.co.id, Kamis 14 November 2019.
Soleman menuturkan, pengawasan peredaran bahan peledak berperan penting untuk menekan kejadian tindak terorisme menggunakan bom.
"Tindakan terorisme (menggunakan bom) berbahaya kalau ada peredaran, kalau tidak, tidak ada masalah, misalkan tidak ada peredaran bom, paling mereka hanya teriak-teriak saja," tuturnya.
Menurut Soleman, saat ini bahan peledak kelihatan bebas beredar, buktinya masyarakat sipil bahkan bisa memiliki bahan peledak hanya untuk kerja memecahkan batu.
"Apapun namanya, mulai dari TNT, petasan, segala macam harus terkontrol, ini yang menurut saya tidak terkontrol bertahun-tahun. Di Medan sudah berapa kali, mulai dari gereja dan ini (Mapolrestabes)," terangnya.
"Semua pihak jangan terlalu terjebak dengan diksi radikalisme dan deradikalisasi, yang paling penting adalah cara-cara menahan laju para pelaku teror atau radikal beraksi," tegasnya.
Soleman menyatakan tidak setuju dengan diksi deradikalisasi, karena kata tersebut memberi arti ada pihak yang mengaku benar dan ada yang dicap radikal.
"Ini soal diksi saja, apa pun cara yang dilakukan dibaliknya tidak masalah. Nah cara menahan tindakan itu banyak, bisa memperbaiki cara pandang yang radikal itu, juga mengontrol peredaran bahan peledak dan senjata," pungkasnya.