Ilustrasi Ringgit Malaysia. Foto: Fifthperson.com.
RIAU1.COM -Transaksi masyarakat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang masih menggunakan mata uang Ringgit Malaysia. Penggunaan Ringgit ini menjadi perhatian Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara (BI Kaltara).
Dilansir dari Tempo.co, Sabtu (9/11/2019), demi menurunkan transaksi dengan mata uang Malaysia, maka BI Kaltara telah menggelontorkan Rp80 miliar ke pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu.
Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltara, Hendik Sudaryanto menyatakan, telah melakukan berbagai langkah demi mengurangi transaksi mata uang ringgit oleh warga Pulau Sebatik. Caranya, BI menambah loket penukaran uang tunai dan mendorong masyarakat di pulau itu agar meningkatkan kesadaran menggunakan mata uang rupiah.
"Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang sudah sangat jelas bahwa Warga Negara Indonesia yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi dikenakan sanksi," tegasnya.
Namun untuk menurunkan animo masyarakat menggunakan mata uang Ringgit tidak bisa dilakukan sendiri oleh BI. Tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama, aparat kepolisan dan TNI bahkan media massa.
Selama ini, BI Kaltara juga melibatkan prajurit TNI dari Babinsa untuk mensosialisasikan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran bertransaksi menggunakan uang rupiah.
Upaya-upaya yang telah dilakukannya sejak 2018 tersebut mampu mengurangi penggunaan mata uang Ringgit di Pulau Sebatik hingga 10 persen. Sebelum rutin turun di Pulau Sebatik dengan menyediakan fasilitas dan memupuk kesadaran masyarakat, penggunaan mata uang ringgit berbanding sekira 30-70. Artinya, 30 persen warga masyarakat masih berbelanja menggunakan uang Ringgit.
Sedangkan saat ini telah mengalami penurunan dengan sisa perbandingan menjadi sekira 20-80 persen. Ia menyinggung pula adanya prinsip masyarakat Pulau Sebatik bahwa "Garuda di dadaku Malaysia di perutku".
Prinsip seperti ini perlu dipatahkan dengan cara terus mendorong sikap nasionalisme bagi masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan itu. Salah satu cara mengurangi peredaran mata uang Ringgit di Kabupaten Nunukan adalah membatasi masuknya produk Malaysia ke daerah itu.
Sebelum rutin turun di Pulau Sebatik dengan menyediakan fasilitas dan memupuk kesadaran masyarakat, penggunaan mata uang ringgit berbanding sekira 30-70. Artinya, 30 persen warga masyarakat masih berbelanja menggunakan uang ringgit.
Sedangkan saat ini telah mengalami penurunan dengan sisa perbandingan menjadi sekira 20-80 persen.
Ia menyinggung pula adanya prinsip masyarakat Pulau Sebatik bahwa "Garuda di dadaku Malaysia di perutku". Prinsip seperti ini perlu dipatahkan dengan cara terus mendorong sikap nasionalisme bagi masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Nunukan itu.
Hendik menuturkan, salah satu cara mengurangi peredaran mata uang ringgit di Kabupaten Nunukan adalah membatasi masuknya produk Malaysia ke daerah itu. Namun yang dapat melakukan ini adalah instansi terkait seperti bea cukai, kepolisian dan aparat hukum lainnya di daerah itu.