Banyak Pihak Ragukan Kemampuan Airlangga Hartarto sebagai Menko Perekonomian

23 Oktober 2019
Presiden Indonesia Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan menteri kabinet yang baru, berpose di Istana Negara. Foto: Tempo.co.

Presiden Indonesia Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, dan menteri kabinet yang baru, berpose di Istana Negara. Foto: Tempo.co.

RIAU1.COM -Komposisi menteri ekonomi Kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dinilai mengkhawatirkan. Sebab, beberapa menteri ekonomi yang ditunjuk dinilai tak memiliki rekam jejak yang jelas.

“Persoalan ekonomi sekarang ada di depan mata. Sementara, persoalan ekonomi diurus oleh tiga menteri dari partai politik yang tidak memiliki rekam jejak maupun konsep yang jelas terkait masalah yang dihadapi," kata Direktur Data Indonesia Herry Gunawan dikutip dari Tempo.co, Rabu (23/10/2019).

Adapun Presiden Jokowi baru saja mengelar acara pelantikan menteri yang mengisi Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu. Beberapa menteri di sektor ekonomi yang dilantik itu, ternyata memiliki latar belakang politikus.

Menteri yang memiliki latar belakang partai di antaranya adalah Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Partai Golkar), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Partai NasDem) dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (Partai Kebangkitan Bangsa).

Komposisi yang tidak tepat tersebut diukur dari masalah perekonomian saat ini serta target perekonomian yang diminta Jokowi ke depan. Dia menunjuk Indeks yang dikeluarkan oleh Nikkei atas survei lebih dari 400 perusahaan terkait kondisi industri manufaktur.

Sejak Juli-September 2019, indeks manufaktur berada di bawah angka 50. Indeks di bawah 50 itu menunjukkan bahwa posisi industri manufaktur Indonesia hanya bisa bertahan, tidak bisa ekspansi. Artinya, industri manufaktur Indonesia kini tengah tertekan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pada triwulan II 2019 hanya tumbuh 3,62 persen. Sementara periode yang sama tahun sebelumnya tumbuh 4,36 persen. Namun, jika dilihat lebih dalam, pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan II mengalami kontraksi, yaitu -1,91 dibanding triwulan sebelumnya.

Karena itu, Herry mempertanyakan posisi Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian yang kini diisi bekas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Sebab, Airlangga yang justru membuat kinerja industri manufaktur menjadi negatif.

“Dia yang meninggalkan kinerja negatif pada industri manufaktur," ucapnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdulah juga menyoroti menteri ekonomi yang memiliki latar belakangnya partai yang kuat. Dia khawatir hal ini bisa meningkatkan ego sektoral pada masing-masing kementerian.

"Sehingga, kementeriam akan jalan sendiri-sendiri. Berbeda misalnya, kalau antara Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Perindustrian yang satu partai," katanya.

Dengan susunan ini, Rusli khawatir banyak kepentingan politik yang ikut terbawa. Selain soal ego sektoral yang tinggi, Rusli juga mengkhawatirkan persoalan koordinasi antar kementerian yang tak baik.

Rusli mencontohkan hal serupa pernah terjadi pada beberapa tahun ke belakang. Salah satunya terjadi antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Pertanian (Kementan) di masa Kabinet Jokowi Jilid I. Kedua kementerian ini nyatanya justru tak sinkron terkait data produksi dan impor beras.